Ngomong-ngomong Tanaman daun Mint membawa kenangan masa kecil bagi saya. Ketika berkunjung kerumah nenek didesa, banyak kenangan disekitar rumah joglo alm kakek. Selain pendopo dengan soko gurunya yang berukir, dapur kelam hitam disamping rumah.
Saya juga terkenang sumur dihalaman belakang, tanpa atap dikelilingi tumpukan bata merah berlumut. Disitulah tanaman mint merambat dengan baunya yang khas. Pohon kembang sepatu yg menjulang, berada diluar tembok jadi peneduh dan tempat bertengger burung berbulu kuning yg dipanggil kepodang.
Kawanku yang suka menemani mandi, sambil mengerek timba berteriak seolah bercakap dengan burung, “podang podang anakmu piro (Podang2, anakmu berapa?)” Anehnya si burung kok menyahut, sepuluh. (padahal itu suara bibi pembantu dihalaman belakang).
Dilanjutkan lagi,”podang podang utangmu piro” dijawab : seripis seripis. Eee ini jadi ngelantur. Sehabis mandi, sudah disiapkan makan sore, nasi liwet pake kendil disiram lodeh waluh dan batang tales sawah yg lecker (istilah londo).
Diampar diatas daun pisang yang memanjang, ditemani ikan asin dan tempe kedele itam. Muaaahh. daun mintnya dibuat lalab. Nggak enak memang, tapi rasa dan aromanya sulit dilupakan. Bau daun mint ingat dusun kampung halaman. (Soenarto SA; dari grup WA-VN)-FR