(beritasatu.com)-JAKARTA; Festival film bernapas Islami, Madani Film Festival (MFF) 2018 berlangsung di Jakarta (17-21/10//18). Festival ini menyajikan saran2a perayaan keberagama umat muslim di dunia. Ada 15 film panjang dari Indonesia dan mancanegara yang ditayangkan.
Film dari Indonesia yakni Bid’ah Cinta (Nurman Hakim), La Tahzan (Danial Rifki), Haji Backpacker (Danial Rifki), Rindu Kami Padamu (Garin Nugroho), Mata Tertutup (Garin Nugroho), dan Mencari Hilal (Ismail Basbeth), serta film pendek Pengantin (Noor Huda Ismail). Ada juga dua film lawas Titian Serambut Dibelah Tujuh (Chaerul Umam) dan Pagar Kawat Berduri (Asrul Sani).
Film dari mancanegara adalah Fatima (Prancis-Kanada), My Sweet Pepperland (Prancis), Girrafada (Palestina), The Island Funeral (Thailand), Timbuktu (Prancis), dan Never Leave Me (Bosnia) sebagai menu pembuka MFF tahun ini.
Ketua Komite Penyelenggara MFF 2018, Krisnadi Yuliawan mengatakan ide awal pembuatan MFF telah dibicarakan 10 tahun lalu dari pemikiran orang2 yang memiliki cinta. Festival ini menawarkan kesempatan nonton film2 yang menunjukkan perjuangan, harapan, air mata, dan keindahan hidup dari umat muslim di dunia, di tengah bencana yang kini melanda Indonesia.
“Festival ini sederhana, tak ingin jadi hero. Madani ingin hadir, sebagai ruang untuk membaca, dan cerita. Mungkin tanpa madani hal itu tidak dapat diangkat dan dibicarakan,” katanya saat pembukaan Madani Film Festival (MFF) 2018, di Djakarta Theater, Jakarta Pusat (17/10).
Putri mendiang Presiden ke-4 Indonesia, Inayah Wahid turut jadi dalang dibalik terbentuknya festival ini. Dia mengatakan, MFF ingin merayakan keberagaman hidup umat muslim di dunia. Lebih dari itu, MFF ingin jadi inspirasi terhadap interpretasi tunggal keislaman, yang ingin menumpulkan keislaman itu, dan kemudian membatasi kekayaan yang ada.
“Semoga narasi ini jadi inspirasi dan bisa dibawa keluar dari festival film ini. Terlebih, nama madani dalam festival ini diambil dari bahasa Indonesia yang artinya beradab. Dengan festival ini, diharapkan kita makin jadi masyarakat beradab,” ungkapnya.
Hal senada dikatakan sutradara Garin Nugroho : MFF memberi ruang luas membaca dan menafsir kehidupan serta sejarah umat Islam di dunia, juga Indonesia dengan menyenangkan. Untuk itu, MFF menyajikan film2 Indonesia yang direstorasi. “Mari rayakan ber-Madani dengan kegembiraan, karena kalau dengan ketakutan, buat apa kita ingin masuk surga? Mari baca dan menafsir,” ajaknya.
Master Class
Program Direktur MFF 2018, Sugar Nadia Azier mengatakan, selama 4 hari penyelenggaraan, MFF 2018 menampilkan pemutaran film di 4 lokasi secara gratis, dan master class dengan tema Migration & Displacement, Presenting Muslim Stories in Film. Adapun 4 lokasi itu bioskop XXI Djakarta Theatre, IFI Thamrin, Kineforum Cikini, dan Universitas Binus Alam Sutera, Tangerang.
Master class yang digelar untuk umum (19/10) di Binus University, Jakarta Pusat ini dihadiri 3 pembicara yakni Aida Begic, sutradara perempuan asal Bosnia yang memenangi penghargaan bergengsi di festival2 film dunia. Karya2nya dianggap mewakili suara baru (muslim) di Eropa, misal Never Leave Me.
Kedua adalah Ekky Imajaya, kritikus film dan dosen di Binus University. Ekky penulis buku. Salah satunya A to Z on Indonesia Film. Pembicara selanjutnya sutradara Indonesia, Noor Huda Ismail. Ia adalah sutradara film Jihad Selfie dan Pengantin (2018).
(Dina Fitri Anisa; WBP; Bahan dari : BeritaSatu.com dan http://www.beritasatu.com/hiburan/517188-madani-film-festival-2018-sarana-perayaan-keberagaman-umat-muslim.html)-FatchurR *