(health.detik.com)-JAKARTA; Indonesia tertinggal dari negara2 maju di bidang medis, termasuk diagnosis dan penanganan penyakit langka. Diklasifikasikan sebagai penyakit langka ketika pengidapnya kurang dari 1 di antara 2.000 orang di dunia.
Kendala dan tantangan yang dihadapi profesional di bidang medis dan pasien pengidap penyakit langka termasuk masalah diagnosa dan penanganan. Pasalnya, belum ada penelitian dan pengetahuan khusus mengenai hal ini, dan kebanyakan pasien terlambat ditangani karena telanjur parah tanpa diketahui apa penyakitnya.
Ini mendasari Dr dr Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), Kadiv Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, mempelajari dan menggeluti bidang penyakit2 langka pada anak. “Saat itu (2001), saya sendirian. Belum ada klinik, lab dsb. Kasus penyakit langka ada dari dulu,” katanya pada seminarnya di peringatan Rare Disease Day 2018 oleh FKUI dan RSCM di Aula IMERI FKUI, Jakarta Pusat (28/2/18).
Sebagai dokter spesialis anak di FKUI, dr Damayanti berinisiatif ‘mendidik’ ahli dalam penyakit langka. Ia mengungkapkan ada 23 dokter ahli yang ia didik sejak 2001, tersebar di Indonesia. “Di FKUI masuk kurikulum mahasiswa kedokteran dari kelas-1 (semester-2), dikenalkan penyakit rare disease ini”. “Kita sebarkan dan kini banyak di daerah2. Yang penting ada yang dapat mendiagnosa.”
Para dokter ahli itu, akan disekolahkan 2 bulan ke luar negeri untuk pembelajaran. Namun prakteknya ada di RSCM, yaitu di Pusat Pelayanan Terpadu Penyakit Langka.
Selain tenaga ahli, kurangnya sosialisasi penyakit langka pada pekerja medis dan masyarakat. Karena itu digelar acara peringatan Rare Disease Day pada tanggal 28/2 tiap tahunnya sebagai sarana sosialisasi dan edukasi peningkatan kesadaran masyarakat terhadap penyakit langka.
“Kini, kendalanya (masih ada) di Lab, belum ada. Sampel darah pengidap, dikirim ke luar negeri,” tuturnya. “Tapi sudah me-riset untuk mendeteksi sendiri.” Sampel darah itu dikirim ke Malaysia, Australia, dan Taiwan. Di Taiwan ada Taiwan MPS Society, negara Asia pertama mensosialisasikan penyakit langka ke ranah internasional serta membantu negara2 lain mendiagnosanya.
“Kalau di Malaysia itu cuma pemerintahnya mendukung sekali. Mereka punya dokter ahli lebih banyak, disekolahkan ke Australia, Amerika, UK. Sedangkan di Indonesia kan cuma saya sendiri.”
Dia harap ke depannya Indonesia didukung penuh pemerintah. Hingga kini, beberapa kendala lain seperti alur akses emergensi untuk obat dan makanan bagi pasien penyakit langka di bea cukai dan beberapa instansi pemerintah juga sudah dilancarkan.
“Sekarang tinggal bagaimana menangani anak-anak ini, hak mereka kan sama seperti anak-anak lain.” (up/up; Frieda Isyana Putri; Bahan dari : https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-3892203/langkanya-penanganan-penyakit-langka-dokter-ini-didik-23-tenaga-ahli)-FatchurR