P2Tel

Tantangan Penerapan Artificial Intelligence di Indonesia

(tekno.kompas.com)-JAKARTA; Menurut studi oleh Microsoft bersama firma riset IDC tentang adopsi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di kawasan Asia Pasifik, bahwa Indonesia masih minim mengadopsi teknologi ini.

Survei bertajuk “Future Ready Business: Assessing Asia Pasific’s Growth Potential Through AI” ini menunjukkan hanya 14% perusahaan di Indonesia benar2 mengadopsi AI total. Rendahnya adopsi AI di Indonesia, karena pandangan antara pemimpin dan karyawan mengenai implementasi AI. Terutama banyaknya pekerja yang skeptis dengan adopsi AI di perusahaannya.

“Pegawai lebih skeptikal dibanding pemimpin bisnis tentang pengadopsian AI di organisasi mereka,” ungkap Haris Izmee, Presdir Microsoft Indonesia dalam acara temu media di Jakarta (12/3/19). Haris menjabarkan tiga hal yang jadi tantangan adopsi AI di Indonesia.

Tantangan pertama kepemimpinan (leadership), menurutnya banyak pemimpin bisnis yang belum berkomitmen untuk investasi AI. “Masih ada pemimpin bisnis yang belum berani mengambil pendekatan untuk implementasi (untuk adopsi) AI,” jelasnya. Tantangan kedua itu soal keterampilan, terutama pegawai yang menurutnya butuh lebih banyak ditingkatkan.

Terakhir, kebudayaan jadi tantangan lain dalam adopsi AI. Kebudayaan di sini lebih ditujukan pada kebudayaan yang berlaku di masing2 perusahaan. “Kebudayaan ada hubungannya dari segi skill dan leadership. Pemimpin harus mengatur kondisi mengadopsi AI dan berinvestasi dengan melakukan pelatihan di perusahaan mereka,” ujarnya.

Saat ditanya infrastruktur turut andil lambannya adopsi AI, menurutnya, justru kini pemerintah mulai tertarik mengeksekusinya. Ia contohkan saat penyelenggaraan Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang. “AG menggunakan AI untuk mengawasi kondisi stadion dan memastikan aman untuk semua orang”.

Skill untuk AI Soal skill, Haris mengungkap ada tiga softskill utama yang dibutuhkan di Indonesia. Pertama kepemimpinan dan manajemen, kewirausahaan, dan keterampilan ambil inisiatif, serta keterampilan berpikir analitis. Untuk ketrampilan teknologi yang terbanyak dibutuhkan : keterampilan teknologi, seperti TI dan programing.

Studi ini juga menemukan fakta banyak perusahaan yang menyadari pentingnya re-skliling dan re-training bagi karyawannya menghadapi perubahan lansekap bisnis. Untuk membantu memberdayakan karyawan, 81% pelaku bisnis memprioritaskan pemberdayaan keterampilan karyawan di masa depan melalui alokasi investasi.

Sebagian perusahaan mengalokasikan investasi sistem AI dan keterampilan pegawai. Dari data yang diperoleh, 48% pemimpin bisnis belum berencana membantu karyawannya memperoleh keterampilan yang tepat. Sebanyak 20% merasa karyawannya tak tertarik dengan keterampilan baru. Padahal data menunjukkan, hanya 2% karyawan yang tidak tertarik memperoleh keterampilan baru.


(Artikel ini tayang di Kompas.com; berjudul “Tantangan Penerapan “Artificial Inteligence” di Indonesia”, Penulis : Wahyunanda Kusuma Pertiwi; Editor : Reza Wahyudi; Bahan dari : https://tekno.kompas.com/read/2019/03/12/18300787/tantangan-penerapan-artificial-inteligence-di-indonesia)-FatchurR *

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version