(m.republika.co.id)-JAKARTA; Peradaban Islam lampau berkontribusi signifikan pada perkembangan parfum di dunia Barat. Ketika itu, Eropa mencontoh/mengembangkan cara menarik aroma wangi bahan2 parfum melalui destilasi uap. Peradaban Islam mengenalkan bahan2 baru pembuatan parfum.
Sebagai pedagang, kebudayaan Islam yang datang dari Arab dan Persia memiliki akses luas terhadap beragam bumbu, bahan2 herbal, dan bahan wewangian. Hasil perdagangan, masyarakat Islam kala itu juga mampu membudidayakan tanaman yang dibawa dari tempat2 yang digunakan untuk parfum.
Misalnya, melati yang berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara, serta beragam jenis jeruk yang berasal dari Asia Timur. Dua tanaman ini jadi bahan parfum yang paling dicari sampai saat ini.
Berdasarkan catatan sejarah, masyarakat Islam menggunakan parfum sejak abad-6. Ketika itu, lebih ditujukan pada keperluan keagamaan. Nabi SAW bersabda bahwa mandi di hari Jumat itu wajib bagi pria yang baligh. Selain mandi, diperintahkan membersihkan gigi dengan siwak, dan pakai parfum jika ada.
Perkembangan parfum dalam peradaban Islam tak lepas dari 2 nama besar : Jabir ibnu Hayyan (lahir di Irak pada 722 M), dan al-Kindi (lahir di Irak pada 801 M). Keduanya berhasil mengembangkan industri parfum. Jabir, misalnya, mengembangkan berbagai teknik untuk menarik ekstrak wewangian dari berbagai bahan, termasuk cara destilasi, evaporasi, dan filtrasi.
Berdasarkan hasil kerjanya, aroma wangi dari tumbuh2an bisa dibentuk jadi uap air sehingga parfum kala itu disimpan dalam botol berisi air atau minyak ekstrak wewangian. Keberhasilan Jabir lebih dikembangkan lagi oleh al-Kindi. Sampai saat ini, dia dikenal sebagai bapak penemu parfum.
Berkat penelitian dan eksperimennya, dia berhasil mengombinasikan aroma wangi dari ber-macam2 bahan untuk mendapat macam2 wewangian. (Agung Sasongko; Bahan dari : https://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/ppgdvc313/kontribusi-peradaban-islam-terhadap-perkembangan-parfum )-FatchurR *