P2Tel

Adu Domba-Pecah Belah

(mediaindonesia.com)- PEKAN ujian, saya temani anak belajar sejarah Indonesia, malam itu. Karena ini pelajaran kesukaan saya, mengalirlah banyak cerita dari saya yang membuat dia banyak bertanya.

Hal yang membuat saya terdiam, ketika dia tanya masih adakah politik pecah belah di zaman sekarang? Ingin rasanya menjawab tidak, tapi faktanya masih ada. Malah makin kuat tahun2 belakangan ini.

Sejak ribuan tahun, politik pecah belah digunakan manusia dari berbagai bangsa untuk menghancurkan kekuatan lawan2nya. Konteksnya bisa politik, ekonomi, dan dalam strategi militer (perang). Politik pecah belah dinilai banyak kalangan sebagai strategi ampuh untuk melemahkan, menghancurkan, kemudian menguasai pihak lawan.

Diantara politik pecah belah ialah politik adu domba. Satu pihak atau beberapa pihak dibenturkan pihak lain. Benturan itu menyebabkan perpecahan dan kehancuran di tiap pihak. Jika setiap pihak hancur, kekuatan mereka menjadi kecil dan lemah.

Jika sudah kecil dan lemah, pihak2 itu bisa dikuasai dengan mudah. Caranya mengembuskan sentimen horizontal di masyarakat yang tujuannya menimbulkan benturan. Istilah dari pelajaran ialah devide et impera, ‘pecah, dan kuasai’. Ini sama dengan tradisi orang Inggris; devine and rule, atau orang Arab bilang farriq, tassud!’ yang berarti sama, ‘pecah dan perintahlah!’

Kita bisa belajar dari sejarah bangsa, banyak perang bukan hanya kita melawan bangsa penjajah, tapi lebih banyak melawan bangsa sendiri. Sebut saja Perang Jawa, Perang Padri, sampai Perang Aceh, semua hasil politik adu domba sesama anak bangsa.

Ratusan tahun berlalu sejak zaman penjajahan kolonial, kebiasaan bangsa kita mudah diadu domba masih tetap ada. Penyebabnya masih sama. Pertama, tidak kompetennya mereka yang memegang kekuasaan atau kekuatan. Kekuatan itu bisa kekuatan massa, dana, atau pengaruh.

Zaman dulu bisa jadi karena kurangnya pendidikan, kini rasanya enggak ya, hanya mungkin pendidikan yang didapatkan kurang baik. Karena tidak kompeten, akhirnya mudah dipengaruhi. Orang gedenya mudah dipengaruhi, apalagi orang kecilnya. Rasional ditutupi emosional, seperti halnya ideologis tertutup hal yang pragmatis.

Penyebab lain banyak orang rakus di negeri ini. Akibatnya, banyak yang bernafsu membuat sejarah daripada belajar dari sejarah. Harusnya kita belajar dari sejarah betapa keinginan berkuasa membuat Kesultanan Mataram bisa dibagi 4.

Terakhir, saya bilang banyak orang pemalas di negeri ini. Sejarah mencatat zaman kerajaan Nusantara dulu, dengan imbalan kekuasaan banyak yang tega menjajah bangsa sendiri. Buka saja literatur sejarah, apakah anggota pasukan terbanyak penjajah itu bangsa asing? Bukan, mereka bangsa Indonesia dan mereka memerangi bangsa sendiri.

Ratusan tahun berlalu, kita masih jadi bangsa yang mudah diadu-adu. Kita jadi domba2 yang tersesat, yang tidak tahu jalan pulang ke rumah Ibu Pertiwi. Mau sampai kapan? (Penulis : Ronal Surapradja; H-1; MI/Adam Dwi; Bahan dari : https://mediaindonesia.com/read/detail/239072-adu-domba )-FatchurR *

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version