(republika.co.id)- JEDDAH; Bagi umat Muslim, Ramadhan itu bulan khusus untuk ibadah dan perayaan. Di Hijaz, Arab Saudi, Ramadhan jadi momentum meneruskan adat istiadat unik dan signifikan. Tradisi kuno di kawasan ini tetap hidup meski pergantian generasi terus terjadi.
Hijaz, wilayah di barat Arab Saudi. Wilayah ini lebih dikenal sebagai tempat kota suci Mekkah dan Madinah. Karena itu, Hijaz mempunyai kepentingan lanskap sejarah dan politik Arab dan Islam.
Dilansir di Arab News, (18/5), warga Hijaz dikenal sebagai masyarakat dermawan dan ramah. Mereka akan menyediakan penginapan bagi banyak jamaah yang beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke Mekkah atau Madinah. Penginapan biasa disediakan oleh para pedagang kaya dari perkotaan.
Penduduk Hijaz, terutama Mekah dan Madinah, menyambut peziarah ke rumahnya dan menyediakan tempat tinggal sepanjang tahun. Rumah mereka dirancang mengakomodasi unit perumahan khusus untuk tamu di halaman mereka. Fitur arsitektur ini diadopsi dari Suriah dan Levant. Keluarga2 Madinah disebut Muzawareen, dari kata ‘Zeyara’ berarti kunjungan (bahasa Arab).
Mereka biasa menyambut pengunjung yang berkunjung ke makam dan masjid Nabi. Sementara itu, masyarakat Mekkah yang melakukan hal serupa kerap disebut Mutawafeen. Istilah itu dambil dari kata tawaf, salah satu ritual ziarah Islam selama haji dan umrah.
Seluruh keluarga menyiapkan 2 set hidangan yang sama untuk tamu dan keluarga di rumah sepanjang tahun, tidak terkecuali Ramadhan. Sebab, kedermawanan itu ciri khas Hijaz. Sebelum adzan Magrib berkumandang di Mekah dan Madinah, masyarakat pergi ke Holy Mosques untuk berbuka puasa. Rumah mereka banyak berada di dekat masjid.
Mereka bawa tas berisi makanan untuk peziarah2 dan jamaah di sekitar masjid. Kantong2 itu juga berisikan roti shouraik Ootman, kurma dan dugga, rempah2 terbuat dari jintan, garam, biji wijen dan ketumbar. Kebiasaan di Madinah berbuka puasa dengan mencelupkan kurma ke dalam dugga dan memakan dengan sepotong roti. Kopi atau yoghurt dingin kerap kali jadi pelengkap.
Melayani jamaah jadi kebiasaan masyarakat sejak zaman nenek moyang ber-tahun2. Bahkan, keluarga2 yang sudah lama menampung jamaah haji mendirikan perusahaan untuk layanan itu. Tujuannya, agar mereka dapat memberikan layanan terbaik untuk jamaah yang ingin melakukan ibadah haji dan umrah.
Para tetua di Hijaz ingat, perempuan muda biasa mengumpulkan dan menyiapkan makanan di bulan Ramadhan ber-sama2. Mereka minta tolong pada suami, saudara laki2 atau anak laki2 ke pasar untuk membeli bahan2 guna masakan dan jus spesial.
Beberapa bahan yang masuk dalam daftar belanja adalah air mawar dari kelopak mawar segar dan jus bunga kembang sepatu untuk penghilang dahaga saat berbuka puasa. Kendi tanah liat baru untuk menyimpan air Zamzam, gandum dan biji-bijian juga kerap tertulis dalam daftar.
Dari menu2, ful mudammas itu hidangan dianggap ‘raja meja’. Mudammas itu metode memasak dan kacang fava didiamkan dalam pot, dimasak perlahan ber-jam2, dihaluskan. Masyarakat Hijaz biasa menghidangkan dengan roti Afghani, tameez atau roti shouraik tradisional. Selalu ada air Zamzam. Air suci ini biasa disajikan dalam kendi tanah liat dan cangkir kecil yang disebut cangkir tutuwah.
Malam Ramadhan di Hijaz selalu tenang-sunyi, dipenuhi lantunan bacaan Alquran dari jamaah. Tapi, tidak sedikit pria dan wanita muda menikmati malam panjang dengan berkumpul bersama teman dan keluarga sembari menikmati secangkir teh mint panas. (Rep: Adinda Pryanka/ Red: Muhammad Hafil; Bahan dari : https://www.republika.co.id/berita/ramadhan/tradisi-ramadhan/prz0mz430/menjaga-tradisi-kuno-saat-ramadhan-di-hijaz)-FatchurR *