(dailysocial.id; Belajar dari Founder dan CEO Yuna + Co Winzendy Tedja di sesi #SelasaStartup)- Pada dasarnya, manusia ingin tampil keren. Kedengarannya mudah, tapi sebagian orang keinginan untuk tampil bagus jadi beban tersendiri.
Contoh sederhana, memikirkan apa yang akan kita pakai setiap hari. Hal ini sering dialami di kalangan perempuan. Personal stylist bisa jadi jawaban, tapi kita tahu personal stylist bukan sebuah layanan terjangkau bagi segmen pasar menengah hingga ke bawah.
Lalu opsi yang dapat kita tawarkan? Teknologi. Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dapat dimanfaatkan menghadirkan layanan fashion yang lebih personal. Di sesi #SelasaStartup kali ini, Founder dan CEO Yuna + Co Winzendy Tedja berbagi pengalaman tentang pemanfaatan AI menghadirkan aplikasi fashion matchmaking berbasis preferensi pengguna.
Scale up dengan teknologi AI
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang fashion, pria yang karib disapa Zendy ini mengungkap pentingnya mempelajari gaya dan preferensi pengguna untuk bisa scale up. Platform perlu untuk mempelajari kebiasaan dan preferensi pengguna agar seluruh informasi dapat diolah jadi rekomendasi kepada mereka saat berbelanja.
“Sekarang era pengguna ingin memiliki pengalaman lebih personal. Lalu, bagaimana mau scale up dengan personalisasi? Personalisasi itu harus one-to-one. Di sini AI berperan sebagai tool,” ungkap Zendy.
Pengguna harus mengeluarkan effort dalam memberikan info seputar gaya dan preferensi fashion yang disukai. Namun, pengguna telah mengalami pengalaman yang personal, mereka akan terus lanjut.
Kumpulan data untuk ciptakan analisis prediktif
“The thing about fashion, brands want to own their data. Berbeda dengan industri musik atau film. Kita tidak akan tahu produk apa yang paling laris di H&M, misalnya,” kata Zendy.
Dalam hal ini, AI dapat mengambil peran lebih dalam mengolah kumpulan data (dataset) menjadi sebuah analisis yang prediktif. Di perusahaannya, data prediksi ini juga yang ia tawarkan kepada brand-brand yang menjadi mitranya.
“Semakin banyak pelanggan dan produk yang masuk ke dalam learning system kita, akan semakin banyak pula insight yang kita dapat. Kita bisa kasih rekomendasi ke brand, misal dari sisi bahan atau warna yang disukai pengguna,” ujar Zendy.
Manusia tetap punya peran
Meski teknologi ada untuk mempermudah proses kerja, bukan berarti manusia tak lagi dibutuhkan. Apalagi preferensi dan tren fashion seseorang kerap berubah-ubah.
Hal juga dapat menjadi tantangan dalam menghasilkan rekomendasi yang berguna bagi pelanggan. Akan tetapi, Zendy menyebutkan bahwa kecerdasan buatan akan terus berjalan dalam mengumpulkan dan mengolah jutaan data.
Di sisi lain, stylist juga tetap dibutuhkan dalam mengkurasi ber-macam2 informasi. Menurutnya, tidak semua hal dapat terbantu dengan teknologi. Justru, teknologi berperan sebagai enabler.
“Ada hal-hal di mana kita perlu manusia untuk memutuskannya, dan tidak bisa mengandalkan kecerdasan buatan. When it comes to taste, we still needs human.” tutur Zendy. (Bahan dari : https://dailysocial.id/post/menciptakan-layanan-fashion-yang-lebih-personal-dengan-kecerdasan-buatan/)-FatchurR *