P2Tel

Integritas Menurut Hindu

Om Suastiastu, Latar belakang :

1-Dalam rangka memperingati HUT R.I tgl 17/8/2019, dan para pionir pejuang kemerdekaan suka rela mengorbankan jiwa raganya demi bakti kepada Tuhan dan tanah airnya, tanpa pamrih apa”.

2-Makin maraknya kasus korupsi di tengah gencarnya upaya pemberatasan korupsi;

 

3-Sebagai instrospeksi  dan peringatan bagi diri kita khususnya umat Hindu untuk bekerja penuh integritas (atas dasar kebenaran, kejujuran  dan kesetiaan). Kita percaya dengan hukum karma pala

 

Pertanyaan, apa Integritas itu?

Menurut KBBI, arti integritas itu mutu, sifat, dan keadaan yang menggambarkan kesatuan utuh, sehingga memiliki potensi dan kemampuan memancarkan kewibawaan dan kejujuran.

 

Menurut Ippho Santoso Seorang penulis, pengusaha sukses, pakar otak kanan sekaligus motivator yang buku2nya superlaris (best seller) kelahiran Pakanbaru, bahwa integritas itu keadaan menyatunya pikiran, perkataan, dan berbuatan sehingga melahirkan reputasai dan kepercayaan. Difinisi ini analog dengan konsep Tri Kaya Parisuddha (Hindu)

 

Menurut hukum Hindu : Jujur dan benar itu disebut Satya. Yang melaksanakan satya brata berarti orang itu tidak pernah menyimpang dari ajaran kebenaran, selalu : Jujur, dan berterus terang.  Di Hindu dikenal 5 kejujuran (panca satya); Panca berarti lima, Satya itu menjungjung tinggi kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran.

 

Jadi Panca Setya itu adalah :

a-Satya Wacana : Harus setia dan jujur dalam berkata, tidak sombong, menjaga sopan santun dalam berbicara, tidak boleh berucap yang dapat menyakiti hati atau perasaan orang lain.

b-Satya hredaya : Setia pada hati nuraninya, selalu konsisten dan berpendirian yang teguh dalam melaksanakan ajaran kebenaran.

 

c-Satya laksana : artinya harus jujur dan bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuatnya.

d-Satya mitra : artinya setia kepada teman atau sahabat dan tidak boleh berkhianat.

e-Satya semaya : artinya selalu menepati janji dan tidak boleh ingkar janji.

Jaman ini disebut Jaman Kali, kebenaran/kebajikan  tinggal 25%, yang disebut di Slokantara 81.65.

 

“Pada jaman Satya Yuga tapa bratalah  yang diutamakan (kebajikan masih 100%), pada jaman Treta Yuga pengetahuan yang diutamakan (Kebajikan surat 25%). Di jaman Dwapara Yuga upacara kurban (yadnya) yang diutamakan (Kebajian surut 50%), dan di jaman Kali Yuga hanya kebendaan yang diutamakan (Kebajikan tinggal 25%)”.

 

Salah satu bait kekawin Niti Sastra menyebutkan: “Yan yuganta kali datang tan hana mengeluwihaning sang Maha Dana, sang Sura Pandita Widagda pada mangayap ring Sang Daneswara”

Atinya: “Bila jaman kali datang, tidak ada yang lebih hebat dari orang kaya, Para Ksatria (pejabat), Pendeta dan orang pandai, semua sebagai pelayan orang kaya”.

 

Diberitakan media massa, perilaku curang misalnya : Tindak pidana korupsi makin sering terjadi. Seolah fungsi agama untuk meningkatkan moral dan derajat manusia gagal; Pejabat, harusnya jadi panutan, dan  Investor/Pebisnis “saling kerja sama”  tampak makin kemaruk  mengumpulkan kekayaan tidak halal.

 

Jiwa zaman ini uang,  semua diukur dengan uang. Keuangan itu mahakuasa. Apa yang kini tidak bisa dibeli dengan uang? Kelulusan dan nilai studi, gelar akademis, jabatan, sampai harga diri, semua tunduk pada uang. Kejujuran seolah terpinggirkan. Berkata jujur saja kita perlu mohon ijin. Maaf, jika boleh saya berkata jujur.

 

Kejujuran selalu dipandang sebagai ancaman bagi yang curang dan pembohong, dan sayangnya kecurangan dan kebohongan itu melekat pada penguasa. Dalam  cengkeraman atmosfer ketidakjujuran seperti itu, jujur berarti hancur; sebaliknya tidak jujur akan selalu mujur.

 

Pola pendidikan kini cenderung  mengasah otak, dan mengabaikan pendidikan hati nurani. Banyak orang cerdas kepalanya, tapi tidak cerdas hatinya. Produk pendidikan seperti itu berbahaya. Orang yang tidak mengenyam pendidikan, (disebut bodoh) hanya menyusahkan dirinya atau maksimal keluarganya;

 

Tapi orang pintar yang tidak jujur bisa membahayakan seluruh bangsa, seluruh kehidupan di muka bumi ini. Rahwana, Sakuni, Hitler, dan koruptor2 yang bermunculan itu contoh orang-orang pintar produk pendidikan yang gagal.

Jika kejujuran makin langka, bagaimana memperbaikinya? Bangkitkan kejujuran dari mati surinya, perlu penyadaran dan panutan, kejujuran itu paling utama dalam beragama, dan nilai tertinggi dalam harga diri. Tanpa kejujuran,  kualitas manusia jauh lebih rendah dari binatang. Tidak ada binatang berbohong,

 

Orang tua, guru, masyarakat dan pemerintah itu panutan bagi tiap anak memupuk kejujuran. Jika anak bohong, orang tua dan guru perlu introspeksi diri. Jika kejujuran di masyarakat langka, maka penguasa yang jadi sumber kebohongan itu. Moral perlu dicontohkan dan dibiasakan sejak dini, mulai TK. dan SD tidak hanya belajar calistung (baca, tulis, hitung) tapi juga karakter anaik didik.

Di bidang sosial kebangsaan, akhir2 ini kasus korupsi makin menggurita. Pengajaran agama mestinya menekankan pada pelembutan hati, sehingga membuat orang cerdas hatinya. Prakteknya, pelajaran agama, baru menyentuh kecerdasan otak, sehingga muncul orang2 munafik termasuk untuk berkorupsi.

 

Masyarakat juga berkontribusi suburnya perilaku amoral itu. Kini, harga diri seseorang tidak diukur dari perilakunya, tetapi berdasarkan yang dikonsumsinya, fasilitasnya, dan jabatannya. Singkatnya, proses tak penting, yang penting produknya.

 

Akibatnya, tuntunan agama agar kita mencari ketenangan, telah bergeser menuju kesenangan.Karena kesenangan itu tanpa batas, maka orang2 seperti itu tidak bisa lagi makan memakai sendok dan garpu, tetapi memakai “sekop” dan “cangkul”.

 

Bagaimana cara menyadarkan bahwa jujur itu lebih utama dari kekayaan?

Orang bisa saja meraih jabatan, atau apa saja dengan cara tipu-tipu, tetapi Hukum Karma tidak bisa disuap. Semua perbuatan akan mendatangkan pahala yang setimpal. Siapa saja yang mempermainkan hukum, maka dia akan dipermainkan oleh hukum itu. Dharma eva hato hanti. Siapa yang menjaga kejujuran, dialah yang akan diselamatkan oleh kejujuran itu. Dharmo raksati raksitah.

 

Karena itu, agama selalu menekankan agar kita berbuat jujur, karena kejujuran adalah mahkota kehidupan. Kejujuran adalah kebenaran yang paling utama, satyam paramadharma, dan pasti menang, satyam eva jayate na anrtam (Mundaka Upanisad.III.1.6) artinya hanya kebenaranlah yang senantiasa jaya, bukan kejahatan.

 

Kitab suci, khususnya MDS IV.15 dan S.S 266 menyatakan bahwa : Nehetarthan prasanggena; Na viruddhena karmana; Na vidyam aneswathesu dan Nartyamapi yatastatah ( manu smrti IV.15)

 

Walau dia itu kaya atau miskin sekalipun, Jangan hendaknya mencari dan menumpuk harta kekayaan  dengan jalan tidak benar/haram. Tidak pula melakukan usaha2 yang terlarang, dan tidak juga menerima pemberian dari orang lain yang tidak diketahui asal usulnya.

 

Hana yartha ulihning pariklesa, ulihning anyaya kuneng, athawa kasembahaning catru kuneng,

hetunya ikang artha mangkana kramanya, tan kenginakena ika (S.S. 266)

 

Adalah uang yang diperoleh dengan jalan jahat (melakukan siksa), uang yang diperoleh dengan jalan melanggar hukum atau uang persembahan  musuh (suap) uang yang demikian jangan di ingin2kan.

Anyayoparjitam dravyyah, dasa-varsani tisthati. Prapte caikadase varse, samulan ca vinasyati  (Canakya Niti Sastra 15.6)

 

Kekayaan yang dikumpulkan dengan cara berdosa, bertahan hanya sampai sepuluh tahun.

Setelah mencapai usia sebelas tahun semuanya musnah, termasuk  modal pertama.

 

Kesimpulan

  1. Integritas itu kata yang mudah diucapkan tapi sulit direalisasikan, termasuk kewibawaan kebenaran dan kejujuran
  2. Kewibawaan diperoleh otomatis kalo kita benar2 melaksanakan Tri Kaya Parisudha Dan Panca Satya.
  3. Kejujuran merupakan unsur utama pendidikan karakter anak didik;
  4. Kejujuran tidak terlalu perlu diajarkan, tapi mendesak untuk dicontohkan dan dibiasakan.
  5. Pemahaman terhadap konsep karma phala perlu selalu  ditingkatkan untuk menjadikan diri kita mawas diri “ Prinsip tanam benih padi mustahil panen jagung”
  6. Maha wakya dlm mundaka Upanisad : Satyam evam jayate na nrtam” artinya hanya kebenaranlah yang menang bukan kejahatan seharusnya menjadi pedoman hidup kita sehari-hari.

 

Om Santih Santih Santih Om; (Bandung, 30 Agustus 2019; Dewa Putu Darma)

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version