(republika.co.id)-JAKARTA; Bangunan Masjid Huaisheng menempati area 3.000 m2. Pintu gerbang di Jalan Guangta: tersusun dengan batu bata merah dan rangkaian kayu beratap hijau. Di selatan, masjid menghadap Sungai Zhijuang. Sejarah, pintu gerbang ini dibangun setelah pembangunan menara cahaya
Di atas pintu gerbang ini, ada inskripsi Cina kuno bertuliskan, “Agama yang membawa ajaran2 agung datang dari kawasan barat.” Segera setelah melalui pintu gerbang ini, pengunjung memasuki halaman berbentuk U yang menghubungkan langsung bangunan masjid.
Di bangunan masjid itu, ada juga inskripsi Cina yang ditulis tahun 1350 berbunyi, ”Di bawah awan putih, di mana gunung berada, berdiri batu indah berbentuk pagoda yang berasal dari kawasan barat. Diterima oleh Kaisar Gaozu dari Dinasti Tang hingga sekarang.”
Bangunan2 di area masjid di antaranya : Gedung pertemuan, teras tertutup, museum penyimpanan peninggalan2 Islam, paviliun, dan menara cahaya. Dengan segudang nilai sejarah yang dimilikinya, Masjid Huaisheng dikenal oleh penduduk di seantero Cina.
Masjid ini satu dari 4 masjid bersejarah dan ternama di negara itu. Tiga lainnya : Masjid Yangzhou Crane, Masjid Quanzhou Kylin, dan Masjid Hangzhou Phoenix. Tahun 1350, renovasi pertama dilakukan. Ketika itu, Cina dalam kekuasaan Dinasti Yuan dan kaisarnya : Zhizheng (1341-1368). 33 tahun berikutnya, (1695), perbaikan total akibat kebakaran hebat yang menghanguskan seluruh bangunan masjid.
Peristiwa itu pada masa Kaisar Kangzi dari Dinasti Qing (1644-1911). Bangunan masjid sekarang ini hasil renovasi tahun 1695 itu. Keagungan Masjid Huaisheng terekam dalam manuskrip tua di Cina yang mengungkapkan Masjid Huaisheng dibangun pertama oleh Sa’ad bin Abi Waqqas tahun 651 M. Proses pembangunannya pada masa Dinasti Tang atau pada periode awal kekuasaan Dinasti Song.
Hal ini menguak kisah sejarah tentang keharmonisan dua masyarakat yang berbeda etnik, budaya, bahasa, dan agama, tetapi keduanya hidup berdampingan dalam kurun waktu yang sangat lama.
Bagi komunias Muslim, keberadaan masjid merupakan simbol eksistensi umat, sekaligus tanda penerimaan masyarakat setempat secara utuh terhadap ajaran Islam. Saat ini, Majid Huaisheng bersama dengan simbol-simbol Islam lainnya, seperti 30.000 masjid di negeri Cina dan ribuan restoran Muslim, memperkuat kedudukan umat Islam sebagai bagian integral dari rakyat Cina.
Masjid ini tidak hanya dikunjungi oleh umat Islam yang hendak beribadah, tetapi juga oleh umat dari agama lain yang hendak melihat nilai-nilai sejarah yang dikandungnya.
(Agung Sasongko; Bahan dari : https://www.republika.co.id/berita/pwkuxn313/menelusuri-pesona-masjid-huaisheng-dan-sejarahnya)-FatchurR