Objek ini dikenal dengan Rumah Pohon Habitat, berkonsep alam di kaki bukit di jajaran Bukit Barisan. Tepatnya di Desa Telaga, Kecamatan Sei Bingei Kab-Langkat, Sumut. Sekitar 2 dua jam perjalanan dari Binjai, kita disuguhi pemandangan bukit berhutan sebelum sampai ke lokasi.
Rumah Pohon Habitat ini awalnya dibangun pemilik lahan yang ingin tempat santai sambil beristirahat dengan lokasi di kaki bukit. Seperti villa untuk pribadi dan keluarga. Karena itu, keberadaannya pada 2015 dikenal masyarakat melalui postingan di medsos yang mengundang permintaan publik agar tempat ini dibuka untuk umum.
Hasilnya, perlahan rumah pohon ini berbenah dan menambah fasilitas bersantai, berfoto, hingga penginapan. Mulai dari kamar tidur hingga puluhan tenda untuk menginap bagi pengunjung yang ingin menikmati tempat sejuk ini, lebih lama. Termasuk penyediaan makanan dan minuman di warung yang bisa dipesan di lokasi rumah pohon dengan harga wajar.
Dalam sehari, puluhan sepeda motor silih berganti menikmati udara segar, pemandangan dan berfoto dengan latar belakang cantik di segala sudut. Kegemaran bermedsos masyarakat sepertinya dijawab dengan hasil gambar yang diambil dari lokasi ini. Bayangkan di ketinggian pohon, di pondok-pondok kecil untuk 2-4 orang, menjadikan pengalaman menarik untuk sendiri atau diceritakan ke orang lain.
Kata cantik hal biasa di tempat wisata yang banyak di temui di tempat lain, mengandalkan keindahan alam. Kelebihan dari Rumah Pohon Habitat ini ada pada program sosial yang terus dan konstan disuguhkan pengelola ke masyarakat di kaki bukit. Artinya keberadaan objek yang memungut biaya dari pengunjung ini, berusaha bermanfaat bagi keberlanjutan kehidupan masyarakat.
Pengelola Rumah Pohon (Kuncoro), menuturkan awalnya tempat ini didirikan. Tempat yang berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Leuser itu ramai dikunjungi pelancong dari Binjai, Medan, Aceh dll. Baginya, paradigma pada tempat wisata kebanyakan, beda dengan yang mereka tunjukkan. Berkonsep ‘sadar wisata’, kebersihan, kelestarian alam dan keramahan pelayanan adalah pesan utamanya.
“Sesekali pernah saya tegur mereka yang buang sampah sembarangan, dia melawan. Katanya mereka bayar. Lantas saya kembalikan uangnya, saya minta dia keluar dan memungut sampahnya. Setelah saya bilang begitu, dia (wisatawan) minta maaf dan menyadari kesalahannya.
Mungkin harus kita sadarkan mereka pentingnya kebersihan. Karena kita sudah sediakan tempat sampah,” sebut Kuncoro yang mengaku perlu tegas kepada pengunjung yang mengotori.
Untuk masyarakat sekitar, khususnya anak usia sekolah, Kuncoro dkk memberi pendidikan luar sekolah yang bermanfaat untuk masa depan, bagi keberlangsungan pariwisata di desa ini. Dari mengajarkan bahasa Inggris, lingkungan dan pelestarian hutan, hingga rumah pohon mengaji bagi Muslim. Dengan harapan, generasi penerus mampu menjaga dan mengelola desa wisatanya jika sudah dewasa.
“Kita bangun hubungan baik dengan masyarakat. Mereka kan mau ini jadi desa wisata. Yang perlu kita siapkan kedepan itu sumber daya manusia (SDM). Soal infrastruktur jalan dan fisik lain, itu nomor sekian. Sehingga kita tidak sekedar membangun,” kata Kuncoro yang sempat dikritik dari sejumlah pihak atas idenya ini.
Maklum, jalan ke lokasi obyek ini di kaki bukit belum beraspal mulus. Sekitar 3 Km, infrastruktur seadanya membuat perjalanan melelahkan. Tapi bagi Kuncoro, justru disana letak tantangannya. Baginya, lebih baik agar hutan yang ada terjaga dari pembalakan liar. Tujuan jangka panjang, ia ingin generasi yang akan menggantikannya, bermental siap mempertahankan tanah kelahiran dari perusakan.
Kuncoro meyakinkan berbagai pihak dan lembaga hingga NGO luar negeri, yang mereka kelola bukan mengutamakan laba, tapi melibatkan warga, mendidik dan mempersiapkan generasi penerus dengan kemampuan dan mental baik. Karena itu, setengah dari tiket masuk diperuntukkan bagi program Rumah Pohon Mengajar, Rumah Pohon Mengaji hingga perbaikan jalan dusun.
Tiket masuk, satu kendaraan Rp50ribu, (roda-2 atau roda-4). Menginap, tersedia kamar Rp300ribu sampai Rp400ribu, (memuat hingga 4 orang. Yang senang berkemah, Rumah Pohon ini menyediakan tenda kemah (camping), jumlahnya puluhan, dengan sewa Rp70ribu per malam, cara ini digemari mahasiswa yang hampir setiap hari selalu datang, pagi, siang, sore tengah malam, 4-5 kelompok.
Seperti pengunjung dari Medan, Jaya dan ketiga rekannya butuh perjalanan 3 jam lebih dari ibukota provinsi ke tempat itu, naik sepeda motor. Kesan pertama terasa jauh bagi yang baru menginjakkan kaki ke Rumah Pohon ini. “Jauh juga bang, nggak tahu kami. Karena infonya di internet, daerah Langkat. Jadi kami fikir tidak jauh. Ternyata seperti ke Berastagi jalannya,” kata Jaya.
Tetapi rekannya, Minar mengaku perjalanan jauh dan melelahkan seakan terbayar dengan lokasi yang asri itu. Berswafoto hingga meminta tolong pengunjung lain mengabadikan kebersamaan dirinya dengan Jaya, Roni dan Hania, terlihat ke-4 nya menikmati yang ada di lokasi yang seluruhnya terbuat dari kayu.
“Terbayar lelah perjalanan dari Medan. Kami ingin kembali lagi nanti bersama teman lain. Mungkin menginap. Tempatnya luar biasa, bikin baper (terbawa perasaan),” katanya.
Pengalaman pertama juga dirasakan Subekti, warga Binjai bersama isteri dan kedua anaknya. Menurutnya Rumah Pohon ini layak direkomendasikan sebagai tempat rekreasi keuarga. Apalagi tidak jauh dari lokasi, objek wisata lain. Dari Rumah Hobbit, Kolam Pamah Simelir dan persawahan eksotis.
(HS/Novian; Bahan dari : https://kongkrit.com/wisata-rumah-pohon-habitat-cantik-mendidik-dan-bikin-baper/)-FatchurR *