Marilah kita ikuti sejarah dan makna Tumpeng, dari sumber berikut ini :
(kumparan.com)- Tumpengn olahan nasi dibuat membentuk kerucut, mirip gunung. Umumnya, tumpeng dibuat dua jenis, yaitu nasi kuning dan nasi putih. Dibuat sebagai bagian dari perayaan tertentu, seperti slametan, kelahiran anak, peresmian bangunan, dll.
Budaya kita, khususnya Jawa dan Bali, menyakralkan kedudukan tumpeng sebagai makanan adat. Hal itu karena unsur Hindu yang kental dalam tiap upacara yang menyajikan tumpeng.
Dalam adat Jawa, kesakralan ini berkurang karena budaya Islam lebih kuat dibanding budaya Hindu. Kedudukan tumpeng di Jawa berubah jadi simbol akulturasi budaya lokal. Bedanya terlihat di Bali, yang kental kebudayaan Hindunya, karena kedudukan tumpeng erat kaitannya dengan religi masyarakat.
Selain disertai ritual keagamaan, tradisi tumpeng bisa dilihat dari perwujudan tumpeng yang berbentuk kerucut, menyerupai bentuk gunung. Bagi penganut agama Hindu, méru (gunung) itu representasi dari sistem kosmos (alam raya).
Masa kerajaan Hindu-Budha di Indonesia, konsep méru ini dilihat dari penempatan istana tempat tinggal raja yang terletak di sekitar rangkaian pegunungan. Seperti di Yogya, posisi keraton berada pada posisi garis lurus ke arah utara dengan Gunung Merapi, sedangkan ke arah selatan menuju Pantai Laut Selatan.
Jadi, gunung memiliki arti penting dalam kepercayaan Jawa. Aneka sayur dan lauk-pauk yang ditata di sekitar tumpeng mengandung arti kehidupan (tumbuhan, hewan, dan manusia).
Pada tumpeng, alam tumbuhan diwujudkan melalui bahan sayur; alam binatang tergambar dari daging hewan, seperti ayam, kambing, atau sapi; sedang alam manusia dalam bentuk nasi tumpeng.
Jika memaknai bentuk dan filosofi yang terkandung dalam tumpeng, ada harapan bagi masyarakat yang menyajikan tumpeng dalam upacara adat, berupa kehidupan yang lebih baik. Selain itu, bentuk tumpeng yang menanjak naik dan tinggi diharapkan dapat memicu peningkatan hidup manusia.
Dalam sejarahnya, tradisi tumpengan selain berlaku di masyarakat pribumi, juga di orang-orang Eropa. Mereka sering melakukan tradisi menyajikan tumpeng, atau nasi kuning untuk acara tertentu, misalnya memperingati HUT anaknya, peresmian rumah yang baru selesai dibangun, atau perpisahan pejabat pemerintah yang dipindah tugas ke tempat lain. —-
(Moertjipto. 1993. Makanan: Wujud, Variasi dan Fungsinya serta Cara Penyajiannya pada Orang Jawa Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Bahan dari : https://kumparan.com/potongan-nostalgia/konsep-agama-hindu-dalam-penyajian-tumpeng-oleh-masyarakat-jawa-1545740792075271011)-FatchurR