Ciri khas angkringan, memakai gerobak dan menjual menu makanan sederhana seperti nasi kucing, aneka sate, aneka bacem dan juga wedang atau minuman hangat.
Di Desa Ngerangan, Bayat, Klaten, angkringan ditetapkan sebagai ikon. Pasalnya, sekitar 600 keluarga dari total 1.900 keluarga di desa itu menggantungkan nasib dari berjualan angkringan. Warga desa tersebut merantau ke berbagai wilayah Indonesia seperti Aceh, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, serta Pulau Kalimantan.
Guna menegaskan angkringan sebagai ikon Desa Ngerangan, pemerintah berencana membangun Monumen Angkringan. “Monumen angkringan sekaligus jadi taman desa ditargetkan selesai dibangun pada Februari-2020” terang Kepala Desa (Kades) Ngerangan, Sumarno, seperti dilansir dari Solopos.com
Kepala Disdagkop dan UKM Klaten, Bambang Sigit Sinugroho, menjelaskan angkringan atau hik selama ini diakui diciptakan warga Klaten. Guna menegaskan hal itu, sejak empat tahun terakhir Pemkab Klaten menggulirkan kegiatan festival angkringan atau hik. Festival itu digulirkan bersamaan peringatan Hari Jadi Klaten.
Bambang Sigit Sinugroho menjelaskan, festival itu awalnya dikelola melalui Disdagkop dan UKM. Kegiatan digulirkan di sepanjang Jl. Pemuda dengan menggelar puluhan hingga ratusan warung angkringan di sepanjang jalan dan warga bisa menikmati hidangan secara gratis.
Mulai 2019, festival itu dikelola melalui Disparbudpora Klaten. “Kali terakhir [pada 2018] jumlah warung hik ada 200 warung. Ini menjadi bentuk dukungan kami dan menunjukkan bahwa hik itu berasal dari Klaten,” jelas Bambang.
Kabid Pariwisata Disparbudpora Klaten, Ety Pusparini, menjelaskan festival angkringan tetap bergulir pada 2019 dan 2020. Festival yang kini diberi nama gelar angkringan itu masuk kalender even pariwisata Jawa Tengah. “Dalam berbagai event kami kerap menampilkan angkringan,” jelas Ety Pusparini.
(mrt; Bahan dari : https://lifestyle.okezone.com/read/2020/01/26/298/2158608/bukan-di-yogyakarta-kota-ini-tetapkan-angkringan-sebagai-ikon)-FatchurR *