(travel.detik.com)-Hari Raya Nyepi jadi momen bagi umat Hindu kembali ke titik nol. Hari membersihkan diri dari segala sifat buruk. Sunyi, sepi, dan tenang. Bukan pesta ingar-bingar. Itu gambaran perayaan Hari Raya Nyepi yang diperingati umat Hindu tiap tahun sekali.
Tak peduli di mana merayakannya. Di Bali atau di luar Pulau Dewata. Saat Nyepi, traveler yang ke Bali otomatis tunduk. Penduduk satu pulau di timur Jawa itu hening. Pulau Dewata yang sibuk dengan ragam aktivitas, termasuk pariwisata, itu rehat sehari semalam. Satu pulau berdiam.
Pemeluk agama Hindu di luar pulau Bali melakukan ritual serupa. Berdiam di rumah, tak terkoneksi gaduhnya di luaran. Bahkan melalui telepon genggam. Tapi, Hari Raya Nyepi bukan sekadar berdiam diri. Nyepi bukan hanya tidak beraktivitas.
***
Dari etimologinya, Nyepi asal kata sepi berarti hening. Saat Nyepi, umat Hindu belajar mengendalikan diri dengan puasa, tidak bepergian, gak kerja, dan aktivitas hiburan yang dapat mencemari badan.
Hari Raya Nyepi pada Rabu, 25/3/2020, menurut kalender Hindu ini tanggal 1 dari bulan ke-10 tahun Caka 1942. Nyepi jadi momentum tiap umat Hindu kembali ke titik nol yaitu membersihkan diri dan jadi manusia lebih baik.
Kendati Nyepi diperingati atu hari, namun perayaan Nyepi ini terdiri atas upacara yang membentuk rangkaian. Upacara itu adalah Upacara Melasti atau Mekiis, Upacara Pangrupukan atau Tawur Kesanga atau Tawur Agung, Hari Nyepi dan Ngambek Geni.
Upacara Melasti (Mekiis) dilakukan 2-3 hari sebelum Nyepi. Tujuan upacara ini menyucikan peralatan dan perlengkapan upacara. Dalam proses penyucian ini sarana upacara diarak ke sungai atau pantai sebagai sumber air suci yang dapat membersihkan hal kotor. Melalui upacara ini, tiap umat menyucikan diri untuk bersiap melaksanakan ritual catur brata penyepian di Hari Nyepi.
Setelah Melasti, ada Upacara Pengrupukan sehari sebelum Nyepi. Pelaksanaannya bertepatan Tilem Sasih Kasanga atau bulan mati, hari itu hari terakhir sebelum pergantian tahun baru Caka.
Pada upacara ini mempersembahkan pada bhuta kala, memberikan korban atau caru. Persemabhan itu berfungsi menjaga keseimbangan alam dan manusia dari gangguan bhuta kala (mahkluk jahat). Nah, Upacara Pangrupukan ini dimeriahkan pawai ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh yang menyerupai bhuta kala ini akan dibakar sebagai simbol mengembalikan mereka ke tempatnya.
Nyepi kali ini lebih hening. Wabah Corona tak mengizinkan pawai ogoh-ogoh. Nyepi ini mengembalikan pada hakekat senyap, pada keheningan yang bermakna, tanpa simbol, tanpa tradisi yang sudah dibangun sejak lampau.
Memasuki Hari Nyepi, saatnya umat Hindu mengendalilan diri atau catur brata penyepian. Pelaksanaan catur brata penyepian ini terdiri 4 hal yaitu amati geni, amati karya, amati lelungan, dan amati lelanguan yang dimulai pukul 05.00-05.00 keesokan harinya.
Pertama, amati geni tidak menyalakan api. Aturan ini dipahami tidak menyalakan listrik, api, serta mengobarkan hawa nafsu. Kedua, amati karya artinya tidak kerja atau beraktivitas fisik lainnya. Pada saat ini, umat Hindu harus fokus pada penyucian rohani.
Ketiga, amati lelungan, tidak bepergian. Umat Hindu diam di rumah dan memusatkan perhatiannya pada Tuhan. Oleh sebab itu saat Nyepi, pelabuhan sampai bandara akan menghentikan aktivitasnya sejenak.
Keempat amati lelanguan yaitu tidak mengadakan atau menikmati hiburan atau rekreasi. Dalam pelaksanaannya, umat Hindu juga tidak makan dan minum selama Nyepi.
Selama Nyepi ini, umat Hindu mengingat dan merenungkan segala kekurangan dan kesalahan yang telah diperbuat. Diharapkan tiap umat bertekad untuk memperbaiki diri di kemudian hari.
Rangkaian perayaan Nyepi ini ditutup dengan Ngambek Geni yaitu mengunjungi keluarga, teman, dan tetangga untuk saling memaafkan. Melalui Ngambek Geni ini akan tercipta suasana kebersamaan yang menjadikan kehidupan antarmanusia menjadi lebih harmonis.
(Putu Intan Rak Cinti Bahan dari : https://travel.detik.com/travel-news/d-4952105/hari-raya-nyepi-momen-umat-hindu-kembali-ke-titik-nol)-FatchurR *