(news.detik.com)-MAKASSAR; Bunyi hentakan antar kayu biasa terdengar dari rumah warga di perkampungan di Kota Sengkang, Wajo, Sulsel. Bunyi berisik yang terdengar dari pagi hingga sore ini berasal dari alat tenun kayu yang digunakan masyarakat membuat Kain Tenun.
Sengkang ditempuh 5-6 jam dari Makassar. Kata salah satu warga Sengkang, Ariyanti, jika Anda baru ke daerah ini, mungkin Anda tak bisa tidur akibat suara itu. Namun, hal itu justru membuat kota ini terkenal, dan dijuluki Kota Sutera.
Dulu, wisatawan lokal dan Wisman sering ke kampung sutera di Sengkang melihat proses pembuatan kain tenun tradisional. Kini lebih sepi, tapi produksi dan usaha kain tenun ini tetap diturunkan dari generasi ke generasi, termasuk pakai alat lebih modern. Tak terkecuali motif dalam kain yang terus berkembang.
Ariyanti salah satunya. Ia anak kedua dari 7 bersaudara ini mengatakan seluruh keluarganya diajarkan menenun dan jual kain Sengkang. Saat ini ia punya lebih dari 10 alat tenun bukan mesin (ATBM) untuk membuat Kain Tenun. Dua di antaranya di bawah rumah panggungnya.
“Ndak cukup (ditaruh semua) di sini, ada juga di luar. Dikerjakan orang lain, di rumahnya untuk ditenun, selesai baru diberikan. Jadi saya produksi dan jual. Jual di Sengkang, ada juga bawa keluar,” ujarnya kepada detiik.com beberapa waktu lalu.
Kini kain tenun yang dibuat di Sengkang lebih banyak pakai benang campuran. Sebab jika ingin kain sutera asli butuh 1 bulan dengan alat yang lebih manual dan pakai tangan membuatnya. Tak terkecuali harga yang tinggi hingga Rp1 juta dan sedikit peminatnya.
Jika dulu kain tenun Sengkang digunakan untuk sarung, kini juga sebagai bahan baju yang digunakan di acara besar seperti pernikahan atau baju kantor. Dijelaskannya, dari satu penenun bisa membuat satu sarung dalam dua hari. Kadang juga dibuat gulungan kain sepanjang 20-30 meter.
“Kain di bawah campuran, karena lebih banyak dicampur. Sutera asli kalau ada yang pesan aja. Karena kalau sutera asli, lebih manual. Alat yang di bawah modern 50%” ujarnya. Ariyanti mengatakan kain tenun yang dijualnya dibanderol Rp200 ribu – Rp300 ribu.
Harga ini bisa lebih tinggi 2x lipat jika belinya di Makassar. Seminggu 1x ia menjual langsung atau lewat distributor dan bisa meraup Rp3 juta – Rp4 juta. Dari usahanya ini keluarganya sudah umrah semua.
Untuk menambah modal ia manfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BANK BRI. Sampai kini ia 3x mendapat KUR, semua untuk mengembangkan usahanya menjual kain tenun Sengkang.
“Ambil KUR sudah 3x, Rp20 juta, Rp25 juta, dan Rp30 juta. Buat beli alat, sebagian (modal) jualan adikku dibawa keluar (Sengkang). Yang penting lancar bisnis, (karena) sekeluarga bisnis ini semua,” ujarnya.
Sebagai informasi, BANK BRI membekali tiap Mantrinya dengan aplikasi BRISPOT Mikro sebagai solusi digitalisasi layanan finansial terintegrasi. Lewat fitur-fiturnya, BANK BRI ingin membantu pedagang dan UMKM seperti Ariyanti dengan proses cash pickup transaction, pinjaman, hingga adanya monitoring dari Mantri cukup melalui aplikasi.
Para Mantri berperan penting dalam pendayagunaan BRISPOT Mikro untuk pemasaran, pemrosesan permodalan, simpanan hingga monitoring portfolio. Lalu ikut mendampingi dan membina bisnis sebagai financial advisor di daerahnya serta pemberdayaan sektor UMKM.
(prf/ega; Nurcholis Maarif; Bahan dari : https://news.detik.com/berita/d-5020423/melongok-pembuatan-kain-tenun-dari-kota-sutera-di-sulsel)-FatchurR *