(republika.co.id)-JAKARTA; Allah SWT memberi banyak kelebihan kepada ciptaan-Nya, manusia. Nemun, di antara itu, ada lubang yang dapat menggelincirkan manusia dalam kehidupan.
Director Jamaica Muslim Center NYC, Muhammad Shamsi Ali, menyebut manusia itu mulia (karramna banii Aadam), ciptaan terbaik (ahsanu taqwiim), dan suci (fitrah). Manusia juga representasi kekuasaan Allah SWT di atas bumi.
“Tapi manusia juga lemah (dha’if, lengah (nas-yan) dan panik (haluu’a). Yang berbahaya, manusia punya keterbatasan dorongan nafsu yang tiada batas (al-ahwaa),” ujarnya dalam pesan yang diterima Republika.co.id, (1/9). Salah satu kelemahannya penyakit jiwa yang ditunjukkan dalam reaksi sosialnya.
Salah satu di antara penyakit yang berbahaya adalah penyakit dengki atau “al-hasad”. Dalam bahasa Indonesia, penyakit hati ini lebih dikenal dengan iri. Meski demikian, katahasad atau dengki jauh lebih buruk dari sekadar iri hati.
Iri hati, merupakan rasa tidak nyaman atas kelebihan yang Allah SWT berikan orang lain. Iri hati kerap terjadi ketika kelebihan orang lain dianggap ancaman, saingan, atau halangan bagi diri untuk memiliki kelebihan yang sama.
Hasad itu dengki atas ketidak nyamanan di hati melihat orang lain. Tak hanya tidak nyaman, penyakit hati ini cenderung agar kelebihan orang lain itu dihilangkan, dengan cara apapun. Ada kemungkinan penyebab manusia erit iri hati bahkan hasad.
Pertama, karena kegagalan manusia mengukur dirinya sendiri.
“Ma’rifatun nafs atau tahu diri, mengantarkan manusia pada kesadaran atas potensi atau kelebihan sekaligus kekurangan diri sendiri”.
Kedua, ketidak tahuan pada diri sendiri berujung pada kegagalan menangkap setiap potensi yang Allah SWT karuniakan ke manusia. Hal ini melahirkan kegagalan bersyukur. Orang yang gagal mensyukuri kelebihan yang Allah karuniakan padanya merasa tak punya dan berakhir hanya mampu melihat kelebihan orang lain.
Ketika berada pada posisi ini, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Bisa bersikap positif dengan ikut bahagia dengan kebahagiaan orang lain atau menderita karena kebahagiaan orang lain.
Ketiga, perasaan tidak mampu atau inability yang disikapi negatif. Kekurangan harusnya diterima dan dijadikan alat menuju perbaikan, justru ditutupi dengan mengumbar kekurangan orang lain. “Di sini kita lihat, hasad/dengki. Iri hati sering jadi tameng bagi kelemahan diri. Ketidakmampuan itu ditutupi dengan melimpahkan kesalahan yang dipaksakan pada orang lain,” ucap Presiden Nusantara Foundation ini.
Keempat, hasad/iri hati terjadi karena ada keinginan. Keinginan yang tidak tercapai, dirasa terancam karena kelebihan orang lain, bisa memunculkan penyakit hati ini. Curiga tanpa dasar pada orang lain tidak sadar bermunculan. Hasad hakikatnya karena buruannya terhalangi atau terancam.
Kelima, paling runyam, itu kegagalan menangkap kuasa Allah SWT. Semua orang itu rezeki dan qadarnya ditentukan Yang Maha Mencipta, Allah SWT. “Ketika Allah SWT memberi suatu kelebihan pada orang lain, sejatinya Allah SWT juga menberi kelebihan pada kita dalam hal dan bentuk lain,” ujar Shamsi Ali.
Dia mencontohkan, kadang ada beberapa orang yang diberi kelebihan uang. Tapi, jangan lupa jika kemiskinan pada orang lain itu kelebihan bagi dirinya. Sebab dengan kemiskinan, dia dapat melakukan kebajikan yang belum tentu si kaya mampu atau mau melakukannya.
“Tidak ada alasan untuk iri hati, apalagi hasad/dengki. Kalau manusia sadar diri dan sadar kenikmatan yang Allah SWT berikan pada kita, serta mensyukuri yang ada, pastinya semua puas dan bahagia”.
Hasad/dengki, itu menghabiskan kebaikan yang diperbuat, bagaikan api yang melahap kayu bakar. Api itu panas dan memanaskan lingkungan. Hasad juga disebut panas yang menjadikan kita berpenyakit merasa gerah dan tidak akan merasakan ketenangan hidup.
(Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nashih Nashrullah; Bahan dari : https://republika.co.id/berita/qfzbnh320/5-faktor-penyebab-iri-dengki-menurut-imam-shamsi-ali)-FatchurR *