(ayobandung.com)-LENGKONG; Tanggal 27/9/2011, Babakan Siliwangi deklarasikan sebagai Hutan Kota Dunia. Acara ini meriah dengan kehadiran beberapa pejabat penting, mulai Wali Kota Bandung Dada Rosada, Menteri LH Gusti M. Hatta, hingga Direktur Program Lingkungan PBB (UNEP) Achim Steiner.
Lokasi ini kawasan hijau seluas 3,8 ha, letaknya berdampingan dengan kampus ITB. Di pinggirnya, mengalir Sungai Cikapundung yang jadi pemisah atara lahan hijau dengan permukiman super padat di belakang Jalan Cihampelas. Keberadaan Babakan Siliwangi dinilai sumbangan penting secara ekologis bagi Bandung yang makin sesak oleh penduduk dan segala aktivitasnya.
Masalah lingkungan makin dirasakan warga, mulai kesulitan akses air bersih, ancaman banjir, hingga penurunan kualitas udara bersih. Babakan Siliwangi, ruang terbuka hijau (RTH) tak jauh dari jantung kota, jadi harapan. Deklarasi Hutan Kota Dunia ini penting untuk mempertahankan keberadaannya.
Diserahkan ke Swasta
Pengelolaan kawasan hijau ini memuncukan kontroversi bertahun-tahun. Lewat perjanjian kerja sama pada 2007, Pemkot menyerahkan pengelolaan Babakan Siliwangi ke tangan swasta, PT. Esa Gemilang Indah (EGI).
Dengan kerja sama itu, meski berstatus hutan kota, Babakan ini tetap memungkinkan dibangun. Mulanya ada permintaan dari pengembang membangun hotel dan kondominium. Namun Pemkot membatasi hanya rumah makan atau restoran yang boleh dibangun di kawasan strategis itu. Luas lokasi proyek 2.000 m2, plus lahan parkir dengan luas 2x lipatnya.
Pertimbangan Wali Kota Dada Rosada menggandeng swasta adalah potensi mengeruk pendapatan asli daerah (PAD). Dikelola swasta lewat operasi restoran, maka aset Pemkot tidak pasif, tapi produktif. Ketika Babakan ini dideklarasikan sebagai Hutan Kota Dunia, PT. EGI sudah mengantongi izin IMB. Proyek fisik belum bisa dimulai karena menunggu terbitnya rekomendasi dari Pemprov Jabar.
Cabut IMB
Kerja sama pengelolaan hutan kota antara Pemkot Bandung – PT EGI dapat kritik dan penolakan luas. Beberapa komunitas dan pegiat lingkungan menyoal sikap Pemkot Bandung tidak konsekuen dalam memelihara kawasan langka di tengah kota urban ini. Banyak aksi dan pernyataan sikap. Mereka menuntut Pemkot mencabut IMB dan membatalkan kerja sama dengan PT EGI.
Wahana Lingkungan Walhi Jabar jadi salah satu motor penolakan komersialisasi Babakan Siliwangi. Mereka menyebut, kerja sama pengelolaan ini menggerus fungsi ekologis hutan kota. Yang bisa segera terlihat, luasan lahan hijau akan terus berkurang karena tergantikan oleh beton.
“Pemkot dan Wali Kota Bandung harus mencabut perizinan yang melegalisasi pembangunan sarana komersial di Babakan ini” kata Dadan Ramdan, Direktur Eksekutif Walhi Jabar tanggal 29/1/2013. Menurut Walhi Jabar, Babakan ini harus dipertahankan sebagai hutan kota karena luas RTH di Kota Bandung ketika itu di kisaran 6-7% dari total wilayah. Jauh dari amanat UU minimal 30%.
Dihentikan Dada Rosada, Dipastikan Ridwan Kamil
Ketika Ridwan Kamil jadi Wali Kota Bandung September 2013, nasib Babakan ini jadi prioritas kerjanya. Ia, yang arsitek dan dosen yang bergiat di Bandung Creative City Forum (BCCF), aktif dalam gerakan protes komersialisasi Babakan Siliwangi. Pada 31/10/2013, secara simbolik Kamil menerima perwakilan PT EGI yang menyerahkan perjanjian kera sama terkait pembangunan restoran.
Sampai kini tidak diketahui rincian kesepatan antara Pemkot dan PT EGI terkait penyerahan ini. Juga tak diungkap apakah Pemkot memberi kesempatan pada PT EGI membangun di lokasi lain. Namun, pencabutan IMB untuk proyek restoran di Babakan Siliwangi oleh PT EGI sudah dilakukan oleh Wali Kota Dada Rosada pada 30/6/2013.
Forest Walk
Berhasil tak ada resto, Kamil berencana lain. Dia gulirkan proyek revitalisasi Babakan Siliwangi dari APBD Rp 30 miliar. Karena keterbatasan dana, dan ada proyek fisik lain di waktu yang sama, revitalisasi Babakan ini dikerjakan 2 tahap. Akhir 2016, tahap-1 proyek menelan Rp 9,6 miliar. Kontraktor pemenang lelang gagal menuntaskan proyek sebelum 31/12/2016 sehingga harus menanggung denda harian.
Proyek tahap-2 (2017), bernilai Rp 20 miliar, juga tidak lancar. Sebelum tuntas, proyek ini mengalami gagal lelang. Proyek revitalisasi ini menghadirkan konstruksi jembatan gantung berkerangka besi yang meliuk-liuk membelah hutan kota. Konsep bernama “forest walk” ini bisa menarik minat warga untuk mengunjungi sekaligus menikmati kawasan Babakan Siliwangi.
Revitalisasi ini dikritik Walhi Jabar yang sebelumnya satu kubu dengan Kamil menolak komersialisasi. Pembangunan jembatan gantung tak selaras ide menjadikan kawasan ini hutan kota untuk kesimbangan ekologis Bandung. “Jangan dibuat rancu hutan kota dan taman. Tak bijak hutan kota dipaksa jadi seperti taman. Ini beda dan mestinya dipahami semua pihak” kata Dadan Ramdan, (25/8/16)
Hutan kota tak dipaksakan jadi atraksi menarik pengunjung. Justru Babakan Siliwangi akan berkontribusi maksimalnya jika dibiarkan tumbuh sebagai kawasan hijau tanpa direcoki aktivitas warga. Wali Kota Kamil menangkisnya. Ia menyebut renovasi mengurangi bangunan dan menambah resapan. “Revitalisasi ini merapih-rapihkan. Bangunan dikurangi. Perkerasan parkir dikurangi jadi resapan” katanya
(Editor : Tri Her Riadi; Bahan dari : https://ayobandung.com/read/2020/09/27/134590/bandung-hari-ini-kontroversi-babakan-siliwangi-sebagai-hutan-kota-dunia)-FatchurR *