P2Tel

Meluruskan Makna HIjrah

(republika.co.id)- Kini bulan ketiga sejak awal tahun hijriyah.  Ketika itu semua orang bicara ‘hijrah’. Tapi alih-alih mengisahkan hijrah nabi SAW, kebanyakan bikin versi, sesuai seleranya. Saya cuma baca, banyak yang ngomong hijrah itu begini lah, begitu lah. Saya terserah, ngomong apa saja silahkan.

 

Tapi kok makin kesini makin parah. Ibaratnya, hijrah itu cek kosong dan siapa saja boleh menulis sendiri. Semua bicara hijrah, tapi mereka bikin versi hijrah yang berbeda. Ada yang ke Utara, Selatan, Barat, dst.

 

Padahal sederhana. Di masa kenabian ada 3 kali berhijrah. Pertama ke Habasyah, beliau memerintahkan shahabat kesana dan beliau tidak ikut. Kedua, ke Thaif, beliau sendirian, cuma ditemani Zaid tanpa shahabat lain. Ketiga Beliau dan shahabat hijrah ke Madinah.

 

Hijrah ketiga ini tercatat pada tanggal 12 Rabiul Awwal, di hari itu beliau tiba di Madinah. Hijrah Nabi SAW bukan di tanggal 1 Muharram. Lalu kenapa hijrah?

 

Karena pemimpin Mekah mengintimidasi, menyiksa dan mau bunuh mereka. Sedangkan di masa itu Allah SWT melarang konfrontasi apalagi perang. Jadi hakikat hijrah itu hanya upaya untuk menghindar dan menyelamatkan diri dari siksaan dan tekanan. Hijrah itucari aman, biar tidak kena madharat. Lalu bersyukur kalau di tempat hijrah bisa ada peluang menyebarkan dakwah.

 

Karena itulah turun ayat yang mempertanyakan mereka yang tidak mau ‘menyelamatkan diri’ dan malah bertahan di Mekkah. Bukankah bumi Allah itu luas?

 

“Orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamui?”. Mereka menjawab: “Kami orang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang itu tempatnya neraka, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, (QS. An-Nisa : 97)

 

Jadi syariat hijrah itu terbatas ruang dan waktu. Yang diwajibkan hijrah sebatas orang Mekkah. Penduduk Madinah tidak pernah diperintahkan hijrah. Di sisi lain hijrah itu diperintahkan ketika Mekkah itu dikuasai pemimpin kafir harbi, yang tidak kenaldamai dan toleransi. Buktinya ketika Mekkah sudah dibebaskan, umat Islam sudah kenal hijrah lagi.

 

Tidak ada hijrah setelah Fathu Mekkah, kecuali jihad dan niat. Kata kuncinya hijrah itu disyariatkan pada kondisi tertentu. Ketika kondisinya tidak diperlukan, maka tidak ada hijrah. Jadi, hijrah tak diperlukan lagi, khususnya setelah tidak ada ancaman pada diri kita. Itulah esensi hijrah di masa kenabian.

 

Maknanya terus mengalami pergeseran dan perubahan yang gradual di hari ini. Siapa saja cerita apa saja, lalu disematkan kata : Hijrah itu menurut aku bla bla bla…. (Sumber : Facebook Ahmad Sarwat Lc MA; Bahan  dari :  https://republika.co.id/berita/nwb7w814/ustaz-ahmad-sarwat-ma-meluruskan-makna-hijrah)-FatchurR *

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version