(economy.okezone.com)-SEMARANG; Bisnis Kerajinan patung akar pohon jati karya warga Kabupaten Semarang Jateng nyaris sempurna. Bentuk yang realis dan kokoh, banyak diminati hingga pasar luar negeri meski di masa pandemi Covid-19.
Di antaranya patung burung hantu yang gagah dan seolah siap menerkam mangsa. Bentuk dan ukuran yang proporsional menjadikan patung seolah hidup. Bukan hanya burung hantu, banyak patung hewan lain seperti kuda, elang, ayam, katak, rusa, gajah.
Semua berbahan baku akar pohon jati itu garapan Abdul Ghofur bersama belasan karyawan di Desa Branjang, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Tiap hari, tangan mereka terampil memilah dan merangkai akar jati jadi karya seni.
Bukan sembarang akar, harus usia puluhan tahun dalam di tanah. Akar jati pilihan membuat karya seni indah, dan awet di segala musim panas dan salju. Syarat lain, akar melengkung dan bertekstur atau motif. Proses pembuatan tiap patung tingkat kerumitan berbeda, tergantung ukuran dan bahan baku. Setelah dibentuk, potongan akar jati itu direkatkan paku baja agar kokoh dan awet.
“Kami mulai usaha secara fisik 2010, tetapi proses penelitian itu 3 tahun sebelumnya. Sejak 2010 kami membuat prototipe sampel dan alhamdulillah ada yang dibeli oleh kenalan saya di Eropa,” kata Ghofur, belum lama ini.
“Sejak itu kita buat. Alhamdulillah produk kami diterima di Eropa seperti United Kingdom (UK), Irlandia, Jerman, Belgia dan Netherland (Belanda). Selain itu kita diterima beberapa buyer (pembeli) dari AS yaitu dari Kentucky dan Michigan. Kita juga pernah kirim ke Uni Emirat Arab berupa patung onta dll, juga sedikit pasar ke Australia,” beber dia.
Pria lulusan Jurusan Bahasa Inggris Unnes Semarang itu membeberkan, kayu jati karakteristiknya kuat. Ghofur kerap berburu menyeberangi sungai dan mendaki bukit guna cari bahan baku kerajinannya. Selain itu, juga dibentuk tim di beberapa daerah untuk menggali akar jati.
Tak jarang, akar jati yang memenuhi sebagian besar workshop-nya belum bisa dipakai semua. Meski telah di edukasi pemilihan bahan baku, namun ditemukan akar jati yang kurang memenuhi syarat. Meski demikian, Ghofur tetap membelinya dari warga sebagai bentuk penghargaan telah keluar-masuk hutan.
“Kalau ada sisa kita beli, agar mereka tidak dirugikan karena jauh puluhan kilometer masuk ke hutan, dan jika kita tidak membelinya maka mereka dirugikan. Jadi kita harus win-win solution. Kita berusaha cari lahan baru dan grup-grup baru untuk dididik dan dilatih cari bahan baik dan benar” jelasnya.
Dia selalu menerapkan kerja disiplin dan perencanaan yang baik untuk menciptakan karya. Karenanya, sebelum menyusun akar jati jadi produk mesti melalui gambar kerja. Tak jarang, karya seni direvisi beberapa kali bila dinilai kurang realis.
“Hasil produksi sebagian besar berupa patung dari akar kayu jati, yang kita susun dengan baik, berseni, dan planning baik, desain gambar dan ukuran baik, saya kerjakan dan setiap hari kita mengecek kualitas mereka atau hasil kerja mereka, dan kita koreksi seperlunya,” ungkap dia.
“Khususnya tipe struktur mozaik struktur itu banyak produk kami dari potongan kayu jati atau tatal kayu jati yang disusun sehingga menjadikan barang bernilai lebih baik dari seonggok kayu yang tidak tergunakan,” terangnya.
Meski masa pandemi usahanya sempat terdampak, namun dia berkomitmen terus berproduksi. Jaringan pemasaran yang terbentuk hingga beberapa negara juga bergerak. Pesanan pun kembali mengalir.
Banyak pengunjung hingga lintas negara, menjadikan karya seni patung akar jati dapat perhatian khusus. “Tentu produk sampai ke luar negeri selain link pemasaran kami ke luar negeri,” tandasnya.
Seorang karyawan, Agus Triatno, bersyukur bisa bekerja dan berpenghasilan mencukupi kebutuhan keluarga. Sebab, banyak buruh yang kehilangan pekerjaan akibat jadi korban PHK atau dirumahkan selama masa pandemi. “Alhamdulillah lancer, enggak ada yang di-PHK, terus ada orderan, tetap kerja,” ungkap dia sembari menutup lubang bekas paku baja dengan lem khusus.
Bapak tiga anak itu bertahun-tahun jadi perajin aneka patung akar jati. Dia kadang kesulitan memilah bahan baku. Sebab, gambar kerja yang berbentuk 2 dimensi harus diubah dalam karya seni tiga dimensi.
“Ya kesulitannya itu dari gambar dua dimensi mengubah ke tiga dimensi, lalu mencari bahannya yang pas untuk bentuk (karya) patung. Kalau membuat patung kuda yang besar butuh satu minggu, lebih kalau yang kecil 4 hari,” lugasnya.
(dni; Taufik Budi; Bahan dari : https://economy.okezone.com/read/2020/10/30/455/2301532/bisnis-kerajinan-akar-jati-yang-selamatkan-pekerja-dari-phk?page=1)-FatchurR *