P2Tel

Wisata Kuburan Dan Ritual Di Tanatoraja

(Bisnis.com dan matain.id)- JAKARTA – ‘The Walking Dead’ tidak mengacu pada acara TV di Tana Toraja. Sebaliknya, itu upacara tahunan menghidupkan kembali orang mati.

 

Sebagai ritual penguburan paling kompleks di dunia, kematian dirayakan suku Toraja. Semakin mewah pemakamannya, semakin baik. Untuk mencapainya, keluarga butuh berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun menabung untuk pemakaman, menjaga jenazah diawetkan di rumah mereka, memberi makan, mandi dan kadang membawa mereka berjalan-jalan di luar.

 

Seseorang dinyatakan meninggal setelah upacara dimulai. Lusinan kerbau dan babi dikorbankan untuk memberi makan desa guna mengisi daya pemakaman musik dan tarian 11 hari. Lalu, parade membawa almarhum menuju tebing tempat peti mati ditempatkan. Untuk bayi yang meninggal sebelum tumbuh gigi, dibuat lubang pada pohon khusus sebagai tempat peristirahatan terakhirnya.

 

Di bagian lain dari tradisi, yang dilarang beberapa tahun terakhir, anggota keluarga mencuci dan mengganti pakaian orang mati tiap tahun dalam upacara yang disebut Ma’Nene . Tidak berakhir di situ. Mayat-mayat itu dibawa ke tempat mereka mati dan dibawa kembali ke tebing

 

Lalu patung kayu seukuran manusia sekarang ditempatkan di tebing, dengan pakaian lengkap dan permata. Suku Toraja percaya patung-patung ini akan memberi tubuh kepada orang mati untuk menjaga mereka selamanya.

 

Menurut keyakinannya, makin tinggi letak peti maka derajatnya makin tinggi. Di Toraja, ada goa Londa untuk penyimpanan jenazah khusus bagi para leluhur Toraja dan keturunannya. Goa Londa berada di sisi bukit batu terjal yang ketinggiannya di atas bukit.

 

Sebelum agama Islam dan Kristen masuk ke Indonesia, penduduk di Toraja memeluk kepercayaan nenek moyang yang disebut Aluk Todolo atau Alukta. Kepercayaan Alukta ini melandasi ritual adat dan tradisi masyarakat Toraja.

 

Di Goa Londa, peti jenazah yang ada tidak dikuburkan hanya diletakkan begitu saja. Setiap wisatawan boleh masuk ke gua dengan menyewa petromaks seharga Rp25.000 dan  disarankan berjalan bersama pemandu wisata.

 

Selama di gua, maka pemandu wisata menjelaskan peti tertua dan peti yang  baru datang beberapa bulan terakhir. Setiap wisatawan tak boleh menggeser letak tulang dan memegang tulang saat berfoto.

 

Biasanya pemandu wisata adalah warga yang tinggal di sekitar gua dan  memiliki keluarga yang dikuburkan di dalam gua tersebut.

 

Keadaan goa lembab, dan tidak panas. Bila pengunjung memegang dindingnya, maka akan  dingin dan lembab bakal terasa pada kulit tangan. Meski ada mayat dan tulang-belulang di dalam dalam gua. Gua tidak berbau amis dan tidak ada aura horor, meskipun berjalan dalam gelap.

 

(Bahan dari : https://www.matain.id/article/2020/1117/wisata-kuburan-dan-mengenal-ritual-di-tana-toraja.html)-FatchurR *

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version