(cnbcindonesia.com)-JAKARTA; Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatat surplus pada April 2021. Ekspor yang tumbuh tinggi jadi penyeimbang kala impor juga merangkak naik.
BPS merilis data perdagangan internasional Indonesia periode April 2021 pada 20/5/2021. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 43,92% dibanding April 2020 (year-on-year/yoy). Jika terwujud, maka jadi yang tertinggi sejak April 2011.
Impor tumbuh 30,7% yoy. Ini jadi rekor tertinggi sejak Juli 2011. Neraca perdagangan ‘diramal’ surplus US$ 1,17 miliar. Jika terwujud, neraca perdagangan Indonesia berhasil membukukan surplus selama 12 bulan beruntun atau tepat setahun.
Sebagai perbandingan, konsensus yang dihimpun Reuters menghasilkan median pertumbuhan ekspor 41% yoy. Dan impor diperkirakan tumbuh 29,81% yoy dan neraca perdagangan surplus US$ 1,56 miliar.
2-Yang membuat Ekspor meroket
Ekspor yang tumbuh di atas 40% karena sejumlah faktor. Satu, harga komoditas andalan ekspor Indonesia meningkat sepanjang bulan lalu. Harga batu bara acuan di pasar ICE Newcastle (Australia) naik 1,27% (April 2021). Periode yang sama, harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Malaysia melonjak 7.09%.
Dua, permintaan dunia meningkat karena aktivitas dan mobilitas publik kembali dibuka bertahap setelah sempat ‘digembok’ karena pandemi (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Terlihat dari aktivitas perdagangan yang semarak. Sepanjang April 2021, Baltic Dry Index melonjak 49,22%. Indeks ini menyentuh titik tertinggi sejak 2010.
Tiga, nilai tukar rupiah bergerak menguat. Di hadapan dolar AS, rupiah menguat 0,55% point-to-point pada April 2021. Saat rupiah menguat, dibutuhkan lebih banyak valas untuk beli produk Indonesia. Ini membuat nilai ekspor Indonesia meningkat meski kuantitas barang yang dibeli tidak berubah. Apalagi kalau kuantitasnya meningkat karena kenaikan permintaan dunia, maka nilai ekspor bakal melonjak.
3-Impor naik tanda industri bangkit
Kenaikan ekspor yang impresif meredam impor yang juga naik sampai lebih dari 30%. Kenaikan impor adalah pertanda industri dalam negeri bergairah, karena mayoritas impor itu bahan baku/penolong dan barang modal untuk keperluan produksi dalam negeri.
Gairah industri dalam negeri terlihat dari data Purchasing Managers’ Index (PMI). IHS Markit melaporkan, PMI manufaktur Indonesia (April 2021) berada di 54,6. Ini rekor tertinggi sepanjang pencatan PMI yang dimulai pada April 2011.
“Produksi manufaktur Indonesia kembali meningkat pada April, seiring permintaan yang kuat. Tidak hanya dari dalam negeri, permintaan ekspor pun menunjukkan perbaikan.
“Yang mengecewakan, walau ada peningkatan pesanan, tapi perusahaan masih ragu menambah tenaga kerja. Meski demikian, seiring meningkatnya beban kerja diharapkan perusahaan percaya diri menambah karyawan pada bulan-bulan ke depan,” sebut Andrew Harker, Economics Director IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Dengan neraca perdagangan yang terus mengalami surplus, ada harapan transaksi berjalan (current account) Indonesia tetap kuat. Meski kemungkinan kembali defisit pada kuartal I-2021, tetapi masih terkendali di bawah 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Oleh karena itu, kinerja perdagangan yang kuat ini tidak hanya akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi tetapi juga stabilitas nilai tukar rupiah. Pasokan valas yang mumpuni dari sektor perdagangan akan menjadi modal buat rupiah agar tidak mudah ‘digoyang’.
(aji; aji; Hidayat Setiaji; Bahan dari : https://www.cnbcindonesia.com/news/20210519084224-4-246547/ekspor-diramal-meroket-43-ri-mau-jadi-orang-kaya)-FatchurR *