P2Tel

Pesantren Sunan Bonang Tidak Berbekas

(nasional.okezone.com)-BABAD; Tanah Jawi menceritakan setelah Sunan Bonang undur diri dari kedudukannya di Masjid Demak, dia jalan menyisir pantai ke timur. Dia pulang kampung di Tuban, Jatim

Ketika dia tiba di Desa Bonang, Lasem, niat kembali ke Tuban berubah. Dia terenyuh melihat keadaan penduduk yang miskin dan kekurangan sumber air. Kebetulan dia punya pengetahuan untuk menolong penduduk. Dia tahu tanda-tanda tanah yang mengandung sumber air.

Dalam beberapa hari sumur sumur digali di Bonang dan penduduk tidak kekurangan sumber air.  “Sumur buatan Sunan Bonang dapat ditemui sampai sekarang,” ujar penggiat sejarah Lasem, Abdullah Hamid

Sejak itu, Sunan tinggal di Bonang dan mendirikan pesujudan di Watu Layar. Kabar Sunan mendirikan pesujudan terdengar di seluruh Jawa. Murid-muridnya berdatangan. Maka dibangun pedepokan yang dilengkapi pentas pertunjukan wayang. Pedepokan ini berfungsi sebagai pesantren.

Selain berkebun dan bertani, Sunang Bonang dan santri-santrinya usaha kerajinan dan pertukangan. Para santri juga menangkap ikan dan udang kecil yang diolah jadi terasi. “Sampai sekarang terasi Bonang  dijual penduduk Bonang,” katanya.

Kini masyarakat bertanya-tanya tentang keberadaan pesantren Bonang yang lenyap tak berbekas. Di sekitar pasujudan ada reruntuhan batu gunung dan batu bata merah yang biasa dibuat untuk candi.

Lokasi reruntuhan dekat makam Jejeruk, desa Bonang. Batu bata itu tebal-besar seperti di candi majapahit di Trowulan. Penemuan awal dari santri Gus Syaiful yang akan membuat pesantren di atas Pasujudan Sunan. Ia buat pesantren di pinggir hutan Bonang, 100 meter dari situ ada reruntuhan menyerupai bukit tertutup dedaunan.

“Lokasi batu bata dan batu candi berserakan dekat pesantren yang mau saya buat di pinggir hutan di Bonang,” katanya ketika ditemui di Masjid Lasem.

Ia duga bangunan itu pesantren peninggalan Sunan. Ia lihat di bawah bangunan itu ada semacam pondasi masih tertimbun di bawah tanah. Dari jauh kelihatan seperti gundukan tanah yang agak tinggi.

Ia juga temukan pecahan gerabah dan sumur tua di sekitar lokasi itu. Ada juga lempengan batu tertata rapi. Desa Bonang di Kecamatan Lasem, Kab-Rembang, Jateng. Bonang bisa ditempuh dari Rembang ke arah Tuban 17 km.

Sunan Bonang diperkirakan lahir pada pertengahan abad ke-15 M dan wafat pada awal abad ke-16 M. Ada yang memperkirakan wafat pada tahun 1626 atau 1630, ada yang memperkirakan pada tahun 1622 (de Graff & Pigeaud 1985:55).

Dia adalah ulama sufi, ahli berbagai bidang ilmu agama dan sastra. Juga dikenal ahli falak, musik dan seni pertunjukan. Sebagai sastrawan dia kuasai bahasa dan kesusastraan Arab, Persia, Melayu dan Jawa Kuno.

Nama aslinya Makhdum Ibrahim. Dalam suluk-suluknya dan dari sejarah lokal ia disebut dengan berbagai nama gelaran : Ibrahim Asmara, Ratu Wahdat, Sultan Khalifah dll (Hussein Djajadiningra 1913; Purbatjaraka 1938; Drewes 1968).

Nama Sunan Bonang diambil dari tempat sang wali mendirikan pesujudan (tempat melakukan `uzlah) dan pesantren di desa Bonang, tidak jauh dari Lasem di perbatasan Jateng dan Jatim.

Tempat ini ada sampai sekarang dan ramai diziarahi untuk menyepi, seraya memperbanyak ibadah seperti berzikir, mengaji al-Quran dan tiraqat (Abdul Hadi W. M. 2000:96- 107).

(Ari; Doddy Handoko; Bahan dari : https://nasional.okezone.com/read/2021/06/05/337/2420744/misteri-pesantren-sunan-bonang-yang-lenyap-tak-berbekas)-FatchurR *

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version