Aku tak tau ini cerita apa puisi.
Tetapi sore itu gerimis jelang senja, mengingatkanku sebuah dusun kecil diantara bukit Cisarua.
Jalan kesana yang menurun berkelok, melewati rumpun bambu mengesankan suasana sunyi.
Beberapa rumah dengan dinding bilik dan genteng tanah hitam legam serta sebagian dari atap rumbia, tengah mengeluarkan asap putih, menjadi pemandangan kontras dengan warna sekitarnya yang kelabu sendu.
Nampaknya kalau bukan ibu rumah tangga sedang menyiapkan makan malam, mungkin juga petani sedang membakar jerami guna mengusir dingin dikandang sapi. Beberapa anak bersarung dan berpeci, sudah dari bada Ashar mengaji memperdengarkan nyanyi penuh puji kepada Sang Maha Suci dan Salawat Nabi.
Rasa tentram dihati sekalipun jauh dari radio televisi, seolah menjauhkan dari suasana duniawi.
Ternyata benar ukuran tentram dan bahagia. Bukan harus selalu dirumah mewah dan penjagaan SATPAM. Kesederhanaan dan keikhlasan itulah kuncinya. (Soenarto SA; dari grup WA-VN)-FR