Diam Berarti Ikhlas?
Saya pernah mengajak seseorang untuk berbuat kebaikan tetapi ditolak. Orang itu berkata, “Ogah, ah. Entar riya dan gak ikhlas.” Saya balik bertanya, “Kebaikan apa yang sudah kamu lakukan?” Jawabnya, “Kebaikan tak perlu ditunjukkan.” Saya bertanya, “Mengapa?” “Biar orang tahu bahwa saya tidak suka pamer,” jawabnya.
Guru kehidupan saya pernah berkata, “Orang yang tidak pernah menunjukkan perbuatan baiknya bukan berarti dia itu ikhlas atau tulus. Saat dia tak melakukan kebaikan karena ingin dianggap tak suka pamer maka pada saat itulah dia tidak tulus. Justru orang ini sebenarnya gila pujian namun disembunyikan.”
Mana yang Anda pilih, “Berbuat atau diam karena takut tak ikhlas?” Saya lebih memilih berbuat. Bila melakukan kebaikan tersirat ingin dapat pujian maka segera luruskan niat dan kemudian mohon ampun kepada Sang Maha Pengampun. Dengan cara ini, saya yakin otot-otot terlatih untuk berbuat kebaikan.
Sementara bila Anda hanya diam, maka otot-otot terlatih untuk mencari alasan. Seoalah-olah Anda tampak tulus padahal pada hakekatnya Anda gila pujian dan pemalas. Saat ada orang berbuat baik Anda berkomentar, “Ah ngapain ikutan cuma cari sensasi dan pencitraan.” Bagi saya yang berbuat baik jauh lebih baik dibandingkan yang hanya berkomentar sembari merasa sudah banyak amalnya.
Setan itu mengganggu siapapun. Setan menganggu orang yang berbuat baik secara terang-terangan dan setan juga mengganggu orang yang tak mau kelihatan berbuat baik. Maka tampakkanlah kebaikan saat memang perlu ditampakkan dan sembunyikan kebaikan yang kita lakukan saat memang perlu disembunyikan.
Berbuat baik yang tampak atau menunjukkan kebaikan bukan pertanda tak ikhlas. Dan perlu kita camkan, diam dan tak berbuat baik juga bukan berarti ikhlas. Mari kita sibukkan berbuat baik yang terlihat maupun tidak terlihat oleh banyak orang. Setuju? (Kunto Rongamadji bahan by Jamil Azzaini, Inspirator Sukses Mulia)-FR