Bermenung melihat sebelah mata
Bu Sabar punya teman, namanya Bu Sukur wanita karir yang bekerja kantoran dari pagi sampai sore, bahkan malam. Tiap pagi Bu Sukur mengantar anaknya ke sekolah. Di sekolah, Bu Sukur tidak berhenti lama, sebab segera melanjutkan perjalanan ke kantornya.
Di sekolah itu banyak ibu2 yang juga mengantar anaknya, bahkan menunggui sampai anaknya pulang. Maklum mereka tidak bekerja seperti Bu Sukur. Sering sambil menunggu anak, ibu2 ini mengobrol. Kadang ketika Bu Sukur datang mengantar anaknya, kemudian cepat berlalu berburu waktu, ada ibu yang tanya ke anak Bu Sukur.
” Siapa yang tadi memandikan?”, tanya seorang ibu.
” Ayah”, jawab anak Bu Sukur.
” Yang memakaikan baju?”, tanya ibu itu selanjutnya.
” Ayah”, kata anak itu lagi.
Beberapa kali ditanya seperti itu dengan jawaban yang sama, maka ibu-ibu itu menyimpulkan bahwa yang mengurusi anak Bu Sukur itu adalah ayahnya saja. Bu Sukur tidak sempat mengurusi anaknya, karena sibuk berkarir.
Apa benar Bu Sukur sibuk berkarir dan tidak mau urus anaknya? Ternyata tidak. Pagi sekali Bu Sukur bangun, memasak, menyiapkan sarapan pagi, mencuci piring bekas sarapan, menyapu dan segala pekerjaan pagi. Sore sampai malam hari dia sibuk mencuci baju, menyetrika pakaian yang menggunung, memasak, mengajari anak dan seabrek pekerjaan rumah lainnya.
Alhasil waktu tidurpun kurang. Kalau pagi hari suaminya yang memandikan anak, bukan karena Bu Sukur malas atau sebab lain, itu karena dia sibuk mengerjakan pekerjaan lain, apalagi asisten rumah tangga juga tidak ada. Jadi kalau ibu2 di sekolah itu menyimpulkan Bu Sukur tidak mengurusi anak karena sibuk berkarir itu keliru besar.
Begitulah, dalam hidup ini kita sering terburu-buru menilai orang lain dari apa yang nampak dari pandangan mata kita saja, dari sebelah saja. Tidak tahu apa yang terjadi di sisi yang lain.
Kalau kesimpulan kita negatif, dan disampaikan atau disebarkan ke orang lain, itu yang namanya fitnah dan menurut agama dosa. Jadi sebaiknya kalau ada sesuatu kejadian dan kita melihat atau mendengar, apalagi hanya dari orang lain, hanya dari media masa, hanya dari media sosial, seyogyanyalah kita perlu hati-hati, jangan buru-buru mengambil kesimpulan.
Bagi yang berpuasa, ini saatnya melatih kembali menahan diri dari membicarakan orang lain. Apalagi sampai menggibah (membicarakan kejelekan, kekurangan orang lain dan memang benar adanya), bahkan memfitnah (membicarakan kejelekan, kekurangan orang lain dan kenyataannya tidak benar).
Semoga kita bisa menahan diri untuk tidak terbutu-buru mengambul keismpulan dari suatu kejadian. Apalagi sampai orang lain dirugikan, apalagi berakibat negatif yang luas. (Widartoks 2016; dari grup FB-MKPB)-FR