Rahasia duren Ucok
KOMPAS.com – Kata orang “Belum ke Medan kalau tak mampir ke Ucok Durian”. Ungkapan itu karena merek warung durian milik Zainal Abidin (Ucok) sudah melegenda sekarang. Kedai Ucok bisa dibilang cukup berumur, puluhan tahun. Meski demikian, namanya tenar dalam hitungan 10 tahun belakangan.
Dulu, Ucok juga merangkak dari bawah, memulai berjualan durian dari kaki lima. Jangan dilihat kondisi sekarang. “(Sekarang), banyak yang datang ke sini. Ada pejabat, artis, ya macam-macam,” ujar Ucok saat ditemui di kedainya, Kamis (25/8/2016).
Kalau dirunut sejarahnya, kata Ucok, ia sudah berhadapan dengan durian sejak 34 tahun lalu. Namun, dia baru punya usaha sejak 25 tahun lalu. Sukses jelas tidak datang begitu saja. Laiknya bisnis lain, kata Ucok, ada jatuh bangun dalam dia berjualan durian ini.
“Usaha ini dulu kalau mau tambah modal dengan pinjam uang dari bank pasti tidak bisa. Mana ada bank percaya warung durian bisa besar dan menguntungkan,” ungkap Ucok. Ucok teringat kembali saat awal memulai warung durian. Mencari nafkah dari buah berkulit tebal berduri itu sejak ia putus sekolah.
Teman-teman seusianya kala itu masih belajar di bangku sekolah menengah pertama (SMP), Ucok sudah berjualan durian. “Pada 1980an awal, saya bantu-bantu para penjual durian di sepanjang Jalan Iskandar Muda, Medan,” kata Ucok.
Saat itu, lanjut Ucok, pedagang adalah petani yang menjual hasil panennya dan pedagang biasa yang membeli durian dari kebun2 milik petani di Sumatera. “Mereka tidak jualan tiap hari. Jadi kalau ada musimnya saja,” ujar dia.
Tugas Ucok mengangkut durian. Agar penghasilannya bertambah, ia tak hanya bantu satu orang tapi banyak pedagang. “Satu hari bisa dapat Rp 2.500-Rp 10.000. Saat itu, uang segitu besar, bisa ditabung. Saya pikir lumayan, jual durian untungnya pasti banyak, bisa 5x lipat yang saya dapat,” tutur Ucok tentang awal kepikiran jualan durian sendiri.
Sejak itu, kesempatan jadi kuli angkut dimanfaatkan Ucok untuk sekalian belajar. Pedagang-pedagang durian itu kerap mengajak Ucok keliling kampung untuk mencari daerah mana yang sedang musim. Sampai akhirnya, pada 1990an, Ucok mantap buka usaha.
“Kenapa saya bisa jualan tiap hari se-akan2 di Medan selalu ada musim durian? Ilmunya dari sana”. Dari hasil belajar saat muda itulah, Ucok tahu kalau durian Medan “punya musim” setiap Juni sampai November. Di bulan lainnya, ia cari durian dari kota lain seperti Pekanbaru, Padang, dan Jambi.
Selain mencermati “musim” durian per lokasi, Ucok juga menjaga hubungan baik dengan para petani dan tengkulak durian untuk memastikan pasokan. Saat “musim” durian meleset, mereka yang membantu Ucok mencari pasokan.
Rahasia Durian Ucok laris manis
Saat ini, warung durian Ucok memasok 6.000 buah durian setiap hari. Dari jumlah itu, penjualan dia sebut bagus kalau laku 3.000-an durian per hari. Resep suksesnya, durian yang dirasa pembeli tak enak bisa ditukar. Tidak ada tambahan harga.
“Kalau tidak enak atau tak sesuai selera bilang ya. Bisa ditukar. Sekarang kami tidak lagi bicara beli kucing dalam karung. Makan durian harus sesuai selera,” tegas Ucok sambil meladeni pembeli. Bagaimana nasib durian2 yang terlanjur dibuka tetapi tak sesuai selera pembeli? Rupanya Ucok punya cara sendiri.
Durian yang tak sesuai selera dia pasok ke usaha rumahan pembuat aneka camilan berbahan dasar durian. “Saya jual lagi pada pengusaha es krim, pancake, lempok, dan macam2 (camilan lain) dengan harga miring,” ungkap Ucok. Dengan begitu, kata Ucok, tak ada durian yang terbuang percuma
Selain itu, nilai lebih dari warung milik Ucok adalah buka 24 jam. Tak disangka, itu jadi dayatarik tersendiri. Kini, per hari Ucok bisa menjual minimal 1.000 buah durian. Harga yang ditawarkan variatif, mulai dari Rp 20.000 sampai Rp 50.000, tergantung ukuran dan rasa.
Ide bisnis
Berbicara ide bisnis, pikiran Ucok lempang. Sejak dulu, kata dia, Medan terkenal durian yang memiliki dua cita rasa, yaitu manis legit dan pahit. Maka, pikir Ucok, di Medan semestinya durian bisa dihadirkan tiap waktu. “Saya buka lapak k5 di pinggir jalan. Modal awal Rp 5J. Meski pinggir jalan, saya menerapkan jualan 24 jam dan boleh tukar kalau tak sesuai selera,” tuturnya.
Rupanya, durian yang dijajakan cukup laris sehingga usahanya berkembang. Ucok berpikir agar memiliki lokasi jualan permanen. “Sayang modal buka warung permanen besar. Sempat mengajukan pinjaman ke bank tapi ditolak. Akhirnya pelan-pelan saja kumpulkan sampai bisa juga punya warung,” ujarnya.
Bagi Ucok, yang terpenting tekun dan tidak mudah menyerah. “Bisnis itu harus fokus jangan ikut2an yang musim. Betul2 usaha, jangan menyerah dan jangan menipu orang”. Setelah punya warung dan namanya besar, mulai banyak pengusaha durian di Medan yang mengikuti konsep warung seperti Ucok. “Banyak yang tiru, tetapi kami tetap tiga langkah di depan kan?” ujar Ucok sambil tertawa.
Ada yang mengejutkan. Saat ini bank2 di Sumut mulai melirik pengusaha2 durian. Mereka mendukung pebisnis durian mengembangkan usahanya. “Saya kini dapat pinjaman dari bank untuk pengembangan. Eh tetapi masih lebih banyak uang kami (untuk modal) dari pinjamannya. Bisnis jangan banyakan pinjaman daripada uang sendiri,” tukas Ucok.
Inovasi pun berlanjut. Ucok mengawali pula terobosan untuk bisa memasukkan durian ke pesawat terbang. Dengan inovasi ini, durian Medan bisa sampai sampai ke kota lain di Indonesia, bahkan ke negara tetangga.
“Masa durian Thailand bisa masuk ke Indonesia, durian Medan tidak?” ujar Ucok lugas soal motivasinya membuat inovasi tersebut. (Sri Noviyanti; Palupi Annisa Auliani; http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/09/16/213500626/terungkap.rahasia.sukses.durian.ucok.medan)-FatchurR