Penjelajah Stratosfer buatan Indonesia sepintar Satelit
Jakarta, CNN Indonesia-Pesawat nirawak buatan lokal UAV Ai-X1 seharusnya mengarungi lapisan stratosfer Bumi Jumat (28/10), namun gagal pada sistem GPS. Kendati begitu, teknologinya diklaim setara satelit.
Pesawat UAV Ai-X1 dikembangkan perusahaan AeroTerrascan Bandung. Beda dengan drone komersial yang bisa ditemukan mudah di pasar, pesawat UAV Ai-X1 ini beda secara konsep. Pesawat kecil berbobot 2,7 Kg ini dirancang untuk menggantikan peran satelit dalam melakukan pemetaan, pencitraan, dan pengukuran tanah.
Dibandingkan satelit, pesawat nirawak seperti Ai-X1 jauh lebih murah, mudah dibuat, dan lebih akurat. Ini mendasari CEO AeroTerrascan Dian Rusdiana Hakim dan pimpinan proyek Menembus Langit Azhar Pangesti menyatakan keinginannya menciptakan pesawat nirawak berkemampuan terbang seminggu.
Mimpi itu bisa mengalahkan durasi sebuah drone canggih yang maksimal terbang ‘hanya’ delapan jam tanpa henti. Dengan teknologi itu, pengembangan teknologi dan sains di Indonesia diharapkan melaju lebih cepat. Itu pula yang mendasari alasan tim Menembus Langit merangkul sejumlah universitas untuk mengolah berbagai data yang mereka peroleh selama proyek ini berlangsung.
Sayangnya Azhar tidak bisa mengungkapkan biaya secara keseluruhan untuk pengembangan pesawat UAV Ai-X1. Ia hanya mau mengungkapkan bahwa nilai komponen elektronik pesawat tak mencapai angka Rp100 juta.
“Kalau untuk biaya pembuatan pesawatnya kita ga bisa sebut karena itu rahasia perusahaan. Tapi yang pasti karena kita banyak kolaborasi kita dapat banyak fasilitas gratis seperti studio ini, perlatan kendali, dan lainnya,” ungkap Azhar.
Seperti yang diketahui, agar mampu mencapai ketinggian sekitar 30 kilometer di stratosfer, tim Menembus Langit memilih balon helium sebagai transportasi pengangkut wahana karena faktor ringan, mudah dibuat, dan murah.
Balon helium mulai naik mengangkat pesawat meninggalkan fasilitas LAPAN di Pamengpeuk, Garut, Jawa Barat, Jumat pagi (28/10). Dengan bekal enam liter helium, balon udara diperkirakan dapat mengangkut UAV menuju stratosfer dengan estimasi waktu 1 jam 20 menit.
Di ketinggian 10 Km, balon dan UAV Ai-X1 dihadang kumpulan awan hitam yang mampu mengecoh sensor GPS yang disematkan di tubuh pesawat. Hal ini memicu aktivasi prosedur fail safe. Pesawat dan balon memisahkan diri. UAV Ai-X1 menjalankan proes fail safe dengan lancar dan turun mulus dengan autopilot.
Tim Menembus Langit akan mencoba peruntungan terakhirnya besok di tanah yang sama. Apabila masih tak beruntung, setidaknya proyek ini telah menerima penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas pencapaian pesawat nirawak pertama yang mencapai ketinggian tertinggi di Indonesia.
Tugas utamanya saat menjelajah stratosfer 40 menit, mengumpulkan data kondisi atmosfer Bumi menggunakan instrumen2 ilmiah yang disematkan di tubuhnya, yakni termometer, magnetometer, barometer, hingga kamera 360. (hnf; Bintoro Agung; http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161028172042-199-168743/penjelajah-stratosfer-buatan-lokal-diklaim-sepintar-satelit/)-FatchurR