Islam Kultur dan Islam Politik (TA 200)
Mempelajari sejarah itu perlu. Sejarah adalah pengetahuan kumulatif yang dengan gratis disajikan oleh para pendahulu, buat kita. Sejarah mengajarkan kepada kita untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Sejarah kadang memberikan keperyaan diri kepada kita, bahwa kita pernah bisa.
Adalah seorang sejarawan, sekaligus peneliti. Taufik Abdullah. Beliau adalah seorang sejarawan sekaligus peneliti yang pernah menjadi Ketua LIPI dan Ketua Umum sebuah majalah science. Beliau banyak menulis buku antara lain tentang kajian sejarah, termasuk keislaman.
Beliau juga banyak menulis journal di penerbit luar negeri. Keistimewaan Taufik adalah gaya penuturannya yang runtut dan nyaman dibaca. Membaca sejarah tulisan beliau seolah membaca buku roman dengan gaya tulisan populer.
Dalam sebuah artikel yang berjudul Islam, State and society in democratizing Indonesia A historical reflection ( Amsterdam University Press, 2013), ia mengupas kondisi gerakan Islam pada akhir tahun 60-an dan awal 70-an.
Para aktivis politik Islam merasa gerah atas batasan2 politik, antara lain keharusan semua organisasi untuk berlandaskan Pancasila dan keharusan partai2 politik hanya bergabung pada 3 kekuatan, Golkar, Nasionalis dan Agama. Energi para elit politik Islam ini kemudian banyak disalurkan ke kegiatan da’wah.
Organisasi Islam terbesar NU, kembali ke khittah. Muhammadiyah, kedua terbesar yang dari awal menjauhi politik, lebih berkonsentrasi ke pendidikan. Kegiatan politik jadi urusan masing2 individu penduduk. Nurcholis Majid, secara mengejutkan mengangkat slogan, “Islam Yes, Partai Islam No”.
Gerakan Islam mencari sendiri kegiatan2 diluar politik, diluar partai2 Islam yang bergabung di PPP. Islam yang sejak dari awal ter-bagi2 berbagai aliran, untuk pertama kali sejarah bangsa ini bisa bergabung. Taufik Abdulan dengan manis menyebut saat itu jelas dapat dipetakan wilayah mana Islam politik dan wilayah mana Islam kultur.
Kita boleh setuju, boleh tidak akan pernyataan Taufik Abdullah ini, namun jalannya takdir sejarah itu juga berkah. Anak-anak menikmati pendidikan yang baik di sekolah-sekolah Muhamadiyah yang tersebar dimana-mana di Jogja ini. (Sadhono Hadi; dari grup WA-BPTg)-FR