Jatuh bangun merintis Hotel Syariah
“Saya enggak suka kalau harus me-milih2 tamu. Meski sebenarnya saya juga enggak enak, tapi beginilah hotel berstandar syariah,” ujar Pan Supandi saat ditemui di Hotel Rumah Tawa, Jalan Taman Cibuntut Selatan, Bandung, Selasa 19 April 2016.
Petugas hotel sebenarnya sudah memasang pengumuman bertuliskan “Maaf, tidak menerima check-in untuk tamu pasangan diluar nikah” di pintu masuk hotel ini. Bila pengunjung datang berpasangan, resepsionis akan meminta kartu tanda penduduk mereka.
Resepsionis akan melihat alamat keduanya. Jika alamat sama, ia akan mengizinkan pasangan itu menginap. Jika tidak, resepsionis akan mempersilahkan mereka mencari hotel lain. Kami berusaha menolak Tamu Mesum
Dengan persyaratan seperti itu, tentulah tingkat okupansi tidak akan pernah setinggi hotel Non-Syariah apalagi apabila dibandingkan dengan hotel-transit atau biasa disebut hotel jam-jaman yg okupansi ratenya rata2 diatas 100%.
Hal ini makin menjadi lebih buruk akibat kondisi industri perhotelan di Bandung, Menurut evaluasinya sejak pertengahan 2013 okupansi hotel-hotel di Bandung pada umumnya menurun akibat over supplied sementara jumlah Wisman khususnya dari Malaysia pun tidak meningkat banyak.
Hingga awal thn 2016 okupansi hotel2 tersebut terus menurun, bukan hanya disebabkan over supplied kamar hotel namun juga diperparah oleh substitusi produk seperti banyaknya kamar2 apartemen dan kamar Kos yang disewakan secara harian.
Akibat dari over supplied kamar hotel adalah terjadinya ‘perang tarif’ sejak 2014 dan cenderung akan semakin mengganas hingga ber-darah2’ pada tahun 2016 dan seterusnya, dan akhirnya bisnis hotel di Bandung tidak lagi profitable malah mungkin banyak yang akan merugi kemudian ditutup (fakta yang baru saja terjadi ditutupnya Guesthouse di sekitar Jl.Natuna akibat merugi terus)
Hal itu pernah terjadi pada bisnis Wartel yang diawal sangat menguntungkan tapi akhirnya gulung tikar. Kasus hotel dan Wartel menurut Pan Supandi mirip sama, selain karena over supplied juga akibat adanya produk substitusi, di Wartel karena pengaruh dari perkembangan teknologi.
Yaitu adanya HP yang makin terjangkau harganya dan semakin pintar, begitu pula dibidang Hotel selain over supplied juga pengaruh kos harian dan sewa kamar apartemen harian sudah mulai terasa. Menurut Pan Supandi, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan keterlibatan pemerintah sebagai regulator yaitu untuk mengatur jumlah kamar yang wajar di kota Bandung
Mengapa memilih bisnis berbasis Syariah?
Kadisbudpar Kota Bandung Herlan J. Soemardi mengatakan keberadaan hotel syariah sudah diminta pelancong asing dan domestik di Kota Bandung. “Saya sangat mendukung keberadaan hotel ini. Hotel standar syariah adalah pilihan jika pengunjung bosan dengan hotel bergaya konvensional,” kata Herlan.
Dia merintis bisnis ini sejak 1/9/1998, berawal dari pembelian rumah di Jl.Taman Siswa 63 Bandung. Pembelian tsb diwarnai dua keanehan, yaitu: pemilik rumah (Ibu Ami) hanya ingin menjual kepadanya (padahal ada 2 peminat lain yang serius). Keanehan kedua adalah harga rumah yang ditawarkan semula 225 Jt turun terus hingga 160 Jt (padahal harga pasar saat itu sekitar 250Jt).
Kedua keanehan diatas disikapi positip oleh Pan Supandi, dia sangat meyakini bahwa rumah tersebut adalah ‘jawaban Allah’ atas do’anya yaitu meminta jalan keluar untuk kelangsungan hidup anaknya yang difable, do’a saat dia beribadah haji pada 1997.
Berbekal keyakinan itu, mulailah dia merencanakan pemanfaatan rumah, menurutnya rumah tsb harus dijadikan sesuatu yg selain barokah dan bermanfaat bagi banyak orang juga harus sustain minimal selama anaknya membutuhkan untuk biaya hidup sepeninggal orang tuanya. Akhirnya diambilah keputusan, yaitu rumah yang baru dibelinya itu untuk bisnis yang syariah.
Pertanyaan berikutnya, mengapa memilih bisnis hotel? Sejak 1989 hingga 1992, karena Pan Supandi menjadi pengelola Widya Wisata di Suspim Telkom. Tidak terasa 3 tahun ber widya wisata telah puluhan hotel bintang dia tempati.
Pada saat itulah dia mempelajari dengan intens jenis dan tingkat layanan dari hotel-hotel bintang. Rupanya yang mendasari mengapa dia memilih bisnis hotel adalah bekal knowledge tentang jenis dan mutu layanan hotel bintang
Hambatan dan tantangan
Setiap bulan Pan Supandi dan Niniek ES istri tercintanya, selalu berusaha menjaga untuk tidak berhutang ke siapapun dan sekuat tenaga harus berupaya memenuhi kebutuhan biaya operasional hotel. Setiap tgl 10 mereka tunaikan pembayaran PLN, PDAM, Telepon dan tiap tgl 15 memenuhi kewajiban pembayaran Pajak dan Iuran/Retribusi.
Mendekati akhir bulan adalah puncak stress yaitu pembayaran take home pay kepada 10 karyawannya, membayar biaya belanja untuk makan tamu dan makan pegawai, membayar biaya pemeliharaan dan biaya operasional lainnya. Stress karena seluruh biaya diakhir bulan itu sekitar 60% dari total biaya operasional. sisa sedikit kelebihan (EBIDA) kemudian ditabung.
Tabungan itu ditambah hasil penjualan beberapa kavling tanah (pada 1980 dia beli sebidang sawah 2800 M2 @Rp.2.000 kemudian 2005 dijadikan 14 Kavling @0,5 s/d 2 Jt/M2) dan ditambah oleh THT Pasutri ini, uang itu cukup untuk membeli tanah dan merenovasi bangunan menjadi hotel di Jl.Taman Cibunut Selatan 6 Bandung
Hidup sederhana terus dijalaninya, sehingga tabungan dari 2009 hingga 2015 terkumpul cukup banyak untuk digunakan merenovasi rumah warisan menjadi Guesthouse-2
Alhamdulillah berkat rajin menabung, kini penginapannya ada tiga lokasi, yakni,
- Rumah Tawa Guesthouse-1 di Jl.Taman Siswa No. 63 Bandung 022 7307378
- Rumah Tawa Guesthouse-2 di Jl.Taman Siswa No. 54 Bandung 022 7315611
- Rumah Tawa Hotel di Jl.Taman Cibunut Selatan No.6 Bandung 022 4264244
Pengakuan publik
Yang menarik dari ketiga penginapannya ini selain menerapkan konsep Syariah dalam pengelolaan dan pelayanannya, juga memperkerjakan dua karyawan yang difabel, untuk hal ini Rumah Tawa telah menerima 3 (tiga) Award sebagai bentuk dari Pengakuan secara Profesional, terdiri dari,
- 1 (satu) Award Anugrah Pesona Parawisata sebagai the Best Jasmine Hotel 2012 diberikan pada tahun 2013 oleh Walikota Bandung Dada Rosada
- 1 (satu) Award Anugrah Pesona Khusus sebagai Hotel yang peduli terhadap kaum difabel, diberikan oleh Walikota Bandung Ridwan Kamil pada 2014
- 1 (satu) Award Anugrah Pesona Parawisata sebagai The Best of the best Jasmine hotel, diberikan oleh Walikota Bandung Ridwan Kamil pada 2014 (Rumah Tawa terpilih menjadi Jasmine hotel terbaik dari 7 jasmine-hotel terbaik periode 2007 s/d 2013)
Raihan penghargaan diatas sangatlah wajar apabila dikaitkan dengan kinerja Rumah Tawa 3 (tiga) tahun terakhir, sebagai berikut:
- Rata-rata tingkat kepuasan pelanggan 86%
- Rata-rata tingkat Repitisi (Pelanggan Setia) 3%
- 46% Pelanggan-baru telah memperoleh rekomendasi dari Pelanggan Puas/Setia
Last but not least, Brand Rumah Tawa, oleh banyak pihak dinilai sangat eye catch dan mudah diingat serta kerap membikin penasaran tamu, “Rumah Tawa” sebagai brand telah dicetuskan pada 11 Januari 2006 yaitu saat peresmian gedung baru hasil renovasi Guesthouse-1.
Apa sebenarnya arti dari brand tersebut? Penasaran juga ‘kan? Menurut si pemilik hotel ternyata arti brand tsb adalah “Rumah di Jl.Taman Siswa” yaitu lokasi tempat penginapan pertama berada …… hhhmm cukup kreatif (Sadhono Hadi)
*) Keterangan gambar : Pan Supandi dan Istri serta Mas Fajar (difable)
Catatan :
Sadhono Hadi BcTT, adalah Pensiunan Telkom yang piawai menulis. Hasil tulisannya berupa Buku dan Naskah yang enak dibaca, seperti: Ibu Betty Ibu Guru Kami, Bulan Madu, Perjalanan Umrah dan Kisah-kisah Inspiratif (Pan Supandi)-FR