Gelembung ikan menghasilkan ratusan juta rupiah
Merauke-Barang serupa kerupuk mentah yang keras ini di-cari2. Ukurannya satu telapak tangan atau 2x lebih besar dan putih pucat. Sulit dipercaya barang ini mahal, bila dikumpulkan bisa ratusan juta Rupiah harganya. Benda ini adalah gelembung ikan.
Nelayan Merauke, Prop. Papua, banyak memburu di lautan. Seperti nelayan di Pantai Lampu Satu ini, gelembung ikan itu alasan untuk ke di tengah laut ber-puluh2 hari. Saat detikcom ke salah satu sudut kampung nelayan Makassar di Lampu Satu (11/5/17), pria2 dewasa beristirahat di teras rumah panggung, 100 mt dari bibir pantai. Mereka : Hamzah, Jum, Bota, Kahar, Ruslan, Sahid, dan Haris.
Mereka bercerita soal gelembung ikan itu. Gelembung yang paling mahal adalah yang diambil dari perut ikan gulama (Pennahia argentata). Gelembung dari jenis ikan yang lain harganya lebih murah, namun tetap saja harganya fantastis untuk ukuran jeroan ikan. Ada gelembung kakap cina, angkui, dan kuroh.
“Dulu, kita pernah dapat paling banyak Rp 300 juta lebih. Tapi waktu itu melautnya sampai daerah Wanam dan juga sampai perbatasan PNG (Papua Nugini) ke sana,” kata Jum, pria 35 tahun, sambil bersandar di pagar teras rumah panggung ini.
Di daerah itu ribuan ekor ikan gulama bisa dijaring. Tak mudah mencapai wilayah perairan yang disebut itu. Di samping jauh, bahan bakar dan perbekalan juga harus disiapkan dengan modal tak sedikit. Melaut sebulan, butuh duit hingga puluhan juta rupiah. Sebelum melaut, mereka harus minta izin dulu dengan nelayan setempat agar terhindar dari rusuh di lautan.
Ikan gulama makin sulit didapati oleh nelayan Lampu Satu. Gulama biasa dijumpai sekitar September – Januari. “Gulama itu carinya setengah mati. Kadang 1-3 bulan, tidak dapat ikan itu,” kata Sahid (35) sambil menenggak minuman di suasana gerah tepi pantai ini.
Gelembung adalah organ yang membantu ikan bisa mengambang. Nama pasarannya ‘fish maw’. Di China, gelembung jadi makanan mewah, diolah berbentuk sup atau rebusan. Gelembung jadi sumber kolagen, lem tahan air, hingga alat pemurni minuman beralkohol. Nelayan juga menginformasikan gelembung ini diolah jadi benang operasi yang digunakan dokter.
Jum yang pamit sebentar ke rumah sebelah kembali lagi membawa satu lembar gelembung, beratnya sekitar 30 gram. Ini gelembung dari ikan angkui, seperti ada sepasang telinga di ujungnya. “Kalau telinganya putus, harganya berkurang,” kata Jum.
Nilai gelembung ini dipengaruhi juga oleh jenis kelamin ikannya. Beda gelembung ikan jantan dan betina ada pada bentuk gelembung. Bila jantan, pinggirnya cenderung tipis dan tengahnya tebal. Bila betina, permukaannya cenderung tebal semua. Gelembung jantan lebih mahal harganya.
Bila mau dijual, gelembung itu dikelompokkan dulu berdasar berat per gram. Gelembung yang dikumpulkan itu dinilai berdasar ukuran per 1 kg. Berikut adalah daftar harga gelembung ikan berdasarkan penuturan nelayan Pantai Lampu Satu, Haris (27) sang kaptel kapal, sambil membuka foto catatan di ponsel Android-nya.
Gelembung Gulama:
di bawah 10 gram, per 1 kg: Rp 8 juta
10 gram, per 1 kg : Rp 18 juta
20 gram, per 1kg: Rp 28 juta
30 gram, per 1kg: Rp 38 juta
50 gram, per 1kg: Rp 53 juta
80 gram, per 1kg: Rp 83 juta
Gelembung Kakap Cina jantan:
di bawah 50 gram, per 1 kg: Rp 4,5 juta
50 gram, per 1 kg: Rp 11 juta
100 gram, per 1 kg: Rp 17.800.000,00.
150 gram, per 1 kg: Rp 22.500.000,00.
Gelembung Kakap Cina betina:
di bawah 50 gram, per 1 kg: Rp 2,8 juta
50 gram, per 1 kg: Rp 6,3 juta
100 gram, per 1 kg: Rp 10.600.000,00.
150 gram, per 1 kg: Rp 13.800.000,00.
200 gram, per 1 kg: Rp 17.700.000,00.
250 gram, per 1 kg: Rp 21.000.000,00.
“Kalau gelembung warnanya sudah merah, itu tandanya ikan sudah tua, busuk. Harganya dipotong 30%” kata Haris. Oktober tahun kemarin, Haris dan nelayan yang menggunakan kapalnya berhasil meraup lebih dari Rp 100 juta dari lebih dari 10 kg gelembung kakap cina. “Bulan2 10 biasanya dapat segitu”.
Yang membayar gelembung2 ini adalah pengepul, mereka sebut sebagai bos. Para nelayan ini mengaku tak tahu menahu buat apa gelembung2 ini, kecuali hanya sebatas informasi singkat yang tak terlalu mereka pahami.
“Kita biasa tanya bos (pengepul). Dia selalu bilang, ‘Ah, kamu tidak tahu.’ Ada yang bilang dibikin soto, buat benang operasi karena ini bisa menyatu dengan daging. Bos jual ke Malaysia, Singapura, lewat Jakarta atau Surabaya,” kata Boy Yadi, nelayan kelahiran 1974 pemilik Kapal Motor Fadel yang pulang dari melaut 22 hari.
Sambil duduk di samping rumahnya, Boy menjelaskan kapalnya menggunakan jaring jangkar, bukan jaring hanyut yang bisa ditarik sampai 10 – 20 mil. Jaring jangkar lebih murah, namun tentu hasil tangkapannya juga lebih sedikit ketimbang jaring hanyut.
Gelembung2 kakap cina yang didapat nelayan  dia ukur dengan timbangan warna perak dengan alas kaca transparan. Angka menunjuk 247 gram untuk yang terbesar. Namun ukuran2 gelembung yang dia dapat tak semuanya sama, ada yang besar dan ada yang kecil. Cukup banyak juga gelembung-gelembung kering yang dia timbang. “Ini total Rp 22 juta,” kata Boy usai menimbang.
Akhir-akhir ini ombak sedang tinggi. Para nelayan tak mendapatkan tangkapan dalam jumlah yang banyak. Boy mengaku pernah mendapat total Rp 180 juta pada bulan April kemarin, hasil gelembung dari 107 ekor kakap cina. “April kemarin dapat Rp 180 juta lebih,” kata dia yang bersarung.
Sejak kapan tren Gelembung ikan?
Para nelayan ingat betul bahwa pada masa kecil mereka, tak pernah ada tren pencarian gelembung seperti sekarang. Dulu, yang mereka tahu yang dicari dari laut adalah ikan, cumi-cumi, kepiting, dan hasil laut konvensional lainnya. “Nyari gelembung itu sejak tahun 2000-an,” kata Haris.
Awalnya orang Tionghoa datang ke nelayan tanya soal gelembung ikan. Akhirnya gelembung jadi buruan favorit nelayan, mengalahkan buruan favorit lain. “Dulu sirip hiu, tapi kini sirip hiu murah dan dilarang. Pengirimannya juga susah. Sekarang gelembung ikan ini,” kata dia. “Waktu saya kecil, tidak ada yang tahu soal gelembung ini,” imbuh Kahar, nelayan (41) tahun.
Keuntungan dibagi ke banyak nelayan
Untung ratusan juta Rupiah bukan berarti masuk ke kantong satu orang saja. Untuk melaut, satu kapal bisa berisi banyak nelayan, terdiri dari kapten dan anak buah kapal. Adapun kapal itu sendiri adalah sewaan dari pemiliknya.
Haris misalnya, pada Oktober lalu dia dapat untung banyak dari aktivitas mencari gelembung, yakni Rp 100 juta. Keuntungan itu sudah dipotong ongkos melaut 20 hari sebesar Rp 20 juta untuk beli makanan hingga solar. Rp 100 juta itu kemudian dibagi.
“Dibagi dua dulu sama yang punya kapal, 50:50. Yang punya kapal dapat 50 persen. Kemudian dari 50 persen yang kami dapat, kami bagi lagi untuk enam orang,” kata Haris yang punya ABK enam orang yang memakai Kapal Motor sewaan bernama ‘Jaya’.
Maka hasil pembagian itu dipakai untuk hidup para nelayan sekeluarga. Namun nelayan ini juga tak pasti sebulan sekali melaut. Uang hasil melaut itu dibawa ke daratan untuk hidup 1-2 bulan, bersama keluarga. Aktivitas melaut mereka tergantung ombak. Bila ombak tinggi, mereka tak bisa melaut.
“Kita biasa satu bulan, dua bulan di darat dulu. Baru melaut lagi. Kalau cuaca ombak tinggi, ya sulit,” kata Jum yang merupakan anak buah kapal sang kapten, Haris. (Danu Damarjati; https://news.detik.com/berita/d-3547089/menjala-ratusan-juta-rupiah-dari-gelembung-ikan-di-merauke)-FatchurR