Berkah Dzulhijah (FE 051)
Bulan ini, mungkin bagi sebagian orang saat baik menyelenggarakan hajatan. Kurang dari satu minggu, kami terima 5 berkat kenduri. Hampir semua isinya sama, nasi putih satu bakul plastik, lauk, sepotong ayam goreng, sayur urap, sambal goreng kentang, cap-jay, bihun, sambel goreng krecek, krupuk.
Krupuk ada 4 macam yang disatukan dalam kantung plastik, krupuk udang, peyek kacang, peyek teri, 2 butir (tidak pernah lebih dan tidak pernah kurang dua butir entho2, gorengan yang ukurannya sekelereng, terbuat dari bahan kelapa, yang bila belum tersentuh air, kerasnya luar biasa. Gigi tua ini tidak akan mampu mengunyahnya.
Kiriman berkat itu tentu kami terima dengan senang, namanya saja rezeki, harus disyukuri. Lauknya bisa menjadi pengganti masakan harian, sehingga hari itu istri saya bisa berhemat. Tapi nasi lima bakul diapakan?
Beberapa hari bakul plastik itu membuat lemari es penuh sesak. Istri saya kemudian mengusulkan untuk dibuat kerupuk gendar. Usulan langsung saya terima, kerupuk gendar adalah favorit saya. Kerupuk gendar ini paling cocok sebagai pelengkap pecel.
“Kerupuk gendar kadang disebut gendar saja, adalah kerupuk terbuat dari adonan nasi diberi bumbu rempah dan penambah rasa. Agar kenyal kadangkala ditambahkan bleng, tetapi jika tidak menggunakan bleng bisa ditambahkan tepung tapioka agar adonan mentahnya jadi kenyal dan padat” (diungguh dari Wikipedia, September 2017).
Pertama saya siapkan tepung sagu, menggantikan tepung tapioca, yang kebetulan baru saja habis saya buang karena sudah kadaluarsa. Tepung ini saya encerkan dengan air secukupnya, saya beri bumbu garam, tumbar dan gerusan bawang putih, kemudian saya panaskan.
Dengan penyendok kayu adonan saya aduk terus, sehingga membentuk bubur kanji. Adonan yang mirip lem itu mengingatkan waktu SMA, mengelantang pantalon (celana panjang) ayah, sehingga waktu celana disetrika (pakai setrika arang) membentuk lipatan garis yang tajam.
Bubur kanji ini saya tuangkan kedalam nasi yang masih panas dan saya aduk sampai mencampur rata dan kemudian saya tiriskan. Setelah dingin, nasi ini menjadi kenyal, lengket mirip nasi ketan. Kemudian dengan lumpang batu, nasi ini saya tumbuk. Agar tidak menempel, alunya saya lapisi plastik tipis.
Setelah butiran2 nasi sudah nampak menyatu, jeladren (Jawa: adukan), ini kemudian ratakan keatas lembaran tripleks bekas dan agar cukup tipis saya gilas dengan pipa pralon ukuran 1 inci (terpaksa, mustinya menggunakan penggilas roti dari kayu).
Nampak ceritanya mudah, namun prakteknya susah, pipa pralon harus saya lapisi plastik tipis dan papan harus saya olesi minyak agar tidak menempel. Lembaran jeladren ini saya iris dengan spatula (tanya istri, apa itu) plastik. Pengalaman saya, kepada logam, kayu, pralon, nasi menempel tapi kepada plastik tidak.
Ketika kerupuk tipi situ dijemur, mereka mengkerut, sehingga bekas irisan melebar, menghasilkan kerupuk-kerupuk gendar yang cantik. Huh ……. Letih juga menulisnya, terima kasih sudah membacanya sampai habis ….Tapi, sungguh, setelah digoreng, gendar saya renyah dan sangat lezat. Betul (Sadhono Hadi; dari grup WA-BPTg)-FR