Kisah Kakek Tua di Sts Gubeng-10 (FE 075)
Ruangan itu semula tentu untuk keperluan Polsuska. Ada dua lemari rak kaca. Tapi ruangan itu nyaris penuh termasuk lemari kacanya, dengan barang2 yang ketinggalan. Paling banyak adalah helm dan tas punggung. Bertumpuk-tumpuk, berjejer-jejer.
Karena Gubeng adalah pemberhentian terakhir, sehingga mungkin saja pemilik barang2 itu ada di Madiun, Jogja, Banjar, Cirebon atau setasiun mana saja yang pernah disinggahi dan sekarang teronggok disini. Ber-tahun2 tidak bertuan. ‘Kami tidak berani mengambilnya’, kata petugas yang membawa saya.
Waduh? Saya sangat menghargai kejujuran korps Polsuska Gubeng ini. Tapi tentu harus ada jalan keluarnya. Ada aturan dalam agama Islam, barang yang ditemukan diumumkan pada jangka waktu tertentu menjadi milik penemu atau di wakafkan.
Masalah ini sudah lama dan bila tidak diselesaikan, suatu saat tentu bisa merepotkan Polsuska/PT KAI. Menurut saya bisa ditempuh langkah berikut,
(1) Konsultasi dengan ulama, bagaimana hadits untuk penemuan barang seperti ini
(2) Untuk helm, karena sulit untuk membuktikan pemilik sesungguhnya, di lelang atau dijual. Hasil penjualan disumbangkan kepentingan sosial.
(3) Untuk tas, sebaiknya dibuka saja dan dicari indentitas di dalam tas, yang bisa dihubungi. Bila ada disurati atau di telepon untuk mengambilnya atau dikirim ke setasiun terdekat. Bila tidak ditemukan identitasnya, ya dijual/dilelang dan hasilnya seperti butir (2) diatas.
(4) Untuk barang-barang lain, diumumkan, dan bila tidak ada yang mengakui, dijual dan disumbangkan untuk keperluan sosial.
Sepele dan mudah penyelesaian asal terbuka dan akuntablitasnya jelas. Bersambung………..; (Sadhono Hadi; dari grup WA-VN)-FR