Klinik Rimbun itu 3 (FE 107)
Dr.Pandit Suroso kemudian menjawab pertanyaan saya, -“Begini pak. Sekarang bukan tren-nya membangun RS besar, lengkap, dapurnya besar, laundry-nya besar. Kini cenderung sub-contract, membikin RS kecil, dengan spesialisasi. RS Sindhuadi ini spesialis bedah. Kelak, akan ada RS khusus Kanker, dekat Ring-Road. Seperti RS Spesialis Kanker di Negeri Belanda itu”.
-“Dengan begitu orang bisa lebih fokus menangani satu jenis penyakit”, sangat masuk akal pikir saya.
-“Sesungguhnya masalah yang terbesar adalah lahan parkir, Pak”, langsung saya teringat RS Hasan Sadikin, yang terus menerus membangun, tanpa hirau akan tempat parkir.
Parkir di dalam hanya bisa kalau saya datang lewat jam 11:00 malam. Borromeus juga begitu. Kasihan pemilik rumah disekitar Rumah Sakit besar. Syukurlah yang berwenang di Jogja ini memikirkan hal itu, sebelum terlambat seperti di kota besar lainnya.
“Kelak, RS Kanker dan RS Spesialis lainnya akan dibangun disekitar ring-road, jadi akses-nya mudah”, lanjut dokter yang baik hati ini.
Kami masih berbicara agak lama, tentang segala macam. Suka dukanya jadi dokter, termasuk yang dipersalahkan bila ada kegagalan operasi. Dokter sesuai profesinya hanya membantu, yang memiliki penyembuhan adalah Allah SWT jua. Dokter hanya bisa berjanji bekerja se-baik2nya, namun tidak bisa menjamin kesembuhan pasien.
Malam makin larut, tapi rumah sakit ini tambah ramai. Mobil2 datang dan pergi. Tempat parkir samping sudah penuh, mobil harus parkir di halaman belakang. Brankar hilir mudik membawa pasien dari UGD ke ruang rawat inap yang hampir penuh terisi.
Saat kami masuk pagi itu, sekitar jam 7:00, banyak kamar kosong. Hari Minggu sore, 4/3/2018, kami menerima sahabat, pak Harry dari Bandung yang tiba2 muncul di balik pintu depan. Ia datang bersama putra, menantu dan cucu2nya yang tinggal di Kaliurang Jogja. Istri saya masih bisa menyambutnya dengan hangat.
Namun setelah sore pak Harry pulang untuk mengejar kereta ke stasiun Tugu, rasa sakit mulai menyerang kaki istri saya. Malam makin larut, rasa sakit istri saya makin men-jadi2. Diam-pun sakit, apalagi bergerak. Rasanya kesakitannya sudah pada puncak.
Saya segera menyiapkan perlengkapan apa saja yang harus dibawa saat dirawat di RS, termasuk perlengkapan buat saya yang harus menungguinya. Tak lupa kami bawa foto hasil MRI. Sekalipun ia parah, tapi kami tidak bisa langsung berangkat, kami harus berangkat esok pagi, sambil mengantar anak sekolah.
Dokter jaga, memberi infus dan obat penahan nyeri, yang cukup lama juga baru pengaruhnya terasa. Rumah Sakit menawarkan operasi malam itu juga, Senin 5/3/2018, oleh dokter Adam dan saya langsung menyetujuinya. Jam 12:00 istri saya diminta mulai berpuasa dan tepat jam 18:00 masuk ruang operasi. Ia baru keluar dari kamar operasi jam 21:00 dan masih harus berbaring sampai hari Rabu.
Rasa sakit di kaki kanan yang selama setahun lebih mengganggunya, hilang lenyap. Hari Rabu sore, fisioterapist datang untuk kedua kalinya dan mengajarkan gerakan-gerakan yang penting seperti bangkit dari tempat tidur, duduk, stretching dan olah raga ringan. Malamnya ia sudah diijinkan pulang….
Selesai perawatan selama dua malam, tiga hari dan ketika saya membayar di administrasi, saya terkejut campur rasa syukur, ternyata biayanya sangat ringan, jauh lebih ringan dari operasi sejenis di kota besar. Alhamduilillah… (SH; dari grup WA-VN)–(tamat)…………
Tanggapan dari Murjanto :
Alhamdhulillah wasyukurillah Alloh tlah memberinya jalan penyembuhan yg terbaik. Sekedar sharing :
Sebagai tukang panjat sy pernah jatuh terduduk diatas tangga th 1999 dan ternyata tulang lumbal-1 (L-
1)-sy cidera menjadi spt trapesium (maaf cerita diperpendek). Dokter ahli bedah menyarankan sy hrs sgr operasi dan pilihan yg paling mungkin ke rs halmahera bdg. Tp krn alasan pks dg yakes akhirnya hrs ditangani di rs boromeus. Malem harinya saat dokter melihat foto rongentnya dr bilang bisa nggak usah operasi tapi punggung hrs diganjel (didengkek) dlm kondisi telentang selama 2 bln.
Dasar sok dg pertimbangan resiko terkecil mk tawaran tsb langsung sy terima, dan ternyata malam pertama samp ke-3 nggak bisa tidur (boyok panas samp hampir mati rasa) pdhl ganjelnya hanya selimut rs yg dilipat-lipat . Stlh mondok 2 bln dinyatakan lulus dan boleh pulang dilanjut kontrol rutin ke dr ortoppedi dan dr fisioterapi.
Dokt ortopedi memberi k esimpulan akhir diagnosenya bahwa bentuk L-1 yg cidera nggak bisa pulih kembali spt semula. Semakin tua otot punggung srmakin melemah dan cenderung menjadi bungkuk/bongkok, hanya ada 2 cara utk memperlambat itu semua yaitu :
1-Hindari membawa beban berat atau lari/menghentak dan
2-Berenang agar otot punggung awet kuat menopang. Kedua wasiat itu yg saya jaga dan laksn sebisa mungkin dan pernah sy tambah konsumsi alpha-gel (utk memulihkan persendian), alhamdhulillah samp skrg sy masih bisa beraktivitas spt biasa kecuali angkat-2 berat dan lari.
Aku hrs mau terima dan nurut saran dokter krn beliau yg tahu ttg penyakit manusia, kecuali penyakit fixedphone dokter hrs nurut saya (keyakinan sbg hiburan). (murjanto)-FR