Gara2 IJ Perkeretaapian Indonesia jadi begini
(seword.com)- Merenungi KA beberapa tahun lalu, kita terbayang KA dipenuhi orang2 di atas atapnya. Kumuh, berjejalan dan tak terurus. KA penuh aneka ragam manusia. Ada karyawan berseragam rapi, ada pengamen melantun lagu bersuara sumbang. Ada pengemis berbagai gaya menyedihkan.
Pintu KA tak pernah tertutup memberi kesempatan ke pencopet beraksi dan terus keluar dari gerbong saat KA berangkat. KA yang panas tanpa kipas angin apalagi AC. Kalau bayangkan saat2 itu, tak akan ingin untuk naik KA. Tak punya hasrat menggunakan KRL jadi sarana transportasi. Mengerikan soalnya.
Belum saat lebaran. Di Stasiun2 besar seperti Jakarta Kota kita lihat warga yang akan mudik berdesakan berebut naik ke KA. Ada yang naik dari jendela karena ingin dapat tempat duduk. Serba tidak teratur. Siapa cepat dapat. Ada yang rela duduk di lantai kereta sekedar ingin cepat sampai ke kampung guna berlebaran dengan keluarga.
Calo2 tiket KA berkeliaran di stasiun2 yang memberangkatkan KA ke arah Jawa. Harga bisa ber-lipat2. Walau, warga menikmatinya dan mengeluh. Tapi demi kumpul keluarga di kampung, membuat harga tiket berlipat itu terabaikan. Itulah wajah KAI doeloe.
PT KAI seakan tidak bisa mengatasinya atau ada pembiaran. Toh, KAI itu perusahaan negara yang tidak cari untung yang melayani penduduk. Jadi kalau pelayanan seadanya, maka harus kita maklumi. Tak ada perubahan. Tak ada inovasi. Stagnan. Be-tahun2.
Lalu muncul sang innovator, menggebrak tradisi. Banyak yang menentang tapi ia tak peduli. Ia tetap bergeming. Dirinya dihujat ia tak peduli. Stasiun2 ia benahi. Penggusuran kios2 di stasiun membuat dia didemo. Semua tak rela kios2 sejak puluhan tahun itu dirobohkan digusur. Jadi tak heran, jika ada yang menduduki rel KA memprotes penggusuran.
Itu saat mulainya wajah per-KA an. Inovatornya seorang bankir bernama Ignatius Jonan (IJ). Ia menggubah wajah per-KA an. IJ benahi satu2 wajah per-KA an. Dari tidak boleh ada penumpang di atas atap KA. Sampai merenovasi stasiun2 KA jadi lebih modern dan sedap dipandang. Ia keras kepala saat ada yang menentang. Ia tak peduli. Ia ingin lihat KAI seperti di luar negeri, nyaman dan rapi.
KRL Ekonomi yang melayani masyarakat kecil dihapus. Keputusannya dapat tantangan luar biasa. Tapi IJ keukeuh. Kereta ekonomi dihapus. Diganti KRL ber-AC Semuanya. Semua satu harga, satu kereta. Kereta ekonomi tamat yang kumuh, penuh sampah, pengamen dan pengemis. Tak ada kereta express melayani warga elit. Yang harganya mahal. Kini semua sama. Satu harga satu rasa untuk semua warga.
Inovasi luar biasa ketika IJ karcis kertas dengan tiket elektronik. Semua berubah. Sebelumnya juga ditentang pemakai KRL. Tapi inovasi ini berhasil mengubah perilaku penumpang KRL Jabodetabek. Budaya disiplin diterapkan KAI. Walau masih ada KA terlambat, tapi itu dimaklumi karena belum semua jalur KA terintegrasi. Sehingga terjadi penumpukan2 di stasiun transit.
Tapi disiplin penumpang KA makin baik. Antrian tiket sudah mentradisi. Tidak ada saling berebut, meski tidak ada petugas yang menjaga mesin tiket. Ketika keluar masuk gate, juga saling menghormati sesama penumpang. Tidak ada yang berebut.
Banyak cerita keberhasilan IJ mengubah sistem per-KA an. Yang fenomenal, tidak ada lagi warga yang berebut ketika musim mudik. Semua berdasarkan tiket yang mereka beli. Tak ada penumpang duduk di lantai atau berdiri. Semuanya sesuai nomor tiket.
Tangan dingin IJ mengubah per-KA an yang dipandang sebelah mata, kini jadi no. 4 di Asia Pasific. Hanya kalah dari Jepang, Korsel dan Malaysia juga mengalahkan China, Australia dan New Zealand. Naik KA kini nyaman. Penumpang dimanjakan fasilitas2. Tak percaya? Coba saja. (Bahan dari : https://seword.com/umum/garagara-ignatius-jonan-wajah-perkeretaapian-indonesia-jadi-begini-CKLNf5t5f)-FatchurR *