Takjub (TA 194)
Hal yang susah dihindari adalah perasaan Ta’jub ke diri sendiri. Rasa kagum pada diri juga disebut ‘Ujub. Banyak alasan untuk merasa ‘ujub, ta’jub pada kepintaran diri sendiri, ta’jub pada kekayaan diri, ta’jub akan kehebatan anak2 sendiri, ta’jub atas pengikut yang banyak, ta’jub kekuatan atau kehebatan bisa mengendalikan orang banyak.
Merasa itu semua se-mata2 atas hasil keringat sendiri. Memang Allah selalu memberikan kesempatan untuk memilih apakah mau menikmati tidur saja dalam kenyamanan atau segera lemparkan selimut bangun dan mengejar sukses.
Namun sukses itu sendiri milik Allah, manusia hanya berusaha. Betapa pentingnya menghindari ‘ujub itu, sehingga setiap awal bacaan tahiyat dalam shalat selalu dibaca, “Sesungguhnya segala kehormatan, berkah, selamat dan kebaikan itu milik Allah semata”.
‘Ujub ini sering diawali dengan pujian dari orang lain. Rasulullah pernah bersabda bahwa pujian itu justru bisa membinasakan kesuksesan seseorang. Pujian yang berlebihan membuat terlena dan lupa sampai tiba-tiba saat sadar sudah digotong ke lubang kubur.
Sahabat Umar bin Khattab malah berkata, “Lemparkan pasir ke mulut orang yang sering memujimu”, saking takutnya terlibat ‘ujub. Karena ‘ujub sesungguhnya bisa menuntun orang menjadi Riya’, takabur dan pamer kepada orang lain.
Sesungguhnya Allah sudah menciptakan mekanisme untuk selalu menghindar dari ‘ujub dan Riya’, ketika kita membaca. “Segala puji selebar bumi, seluas langit bahkan apapun yang disebut setelah itu, hanya kepada Rabb”, saat seseorang berdiri setelah Ruku.
Sepenggal bacaan sholat itu bermakna sangat dalam, bila seluruh pujian itu sudah milik Allah, masih adakah sisa pujian untuk kita? Masya Allah. (Sadhono Hadi; dari grup WA-VN)-FR