Kisah Kakek Tua di Sts Gubeng-6 (FE 070)
Kisah kakek yang akan saya ceritakan kali ini sesungguhnya aib saya, tidak bagus dibuka, tapi karena saya pikir ada manfaatnya, tidak apalah, saya buka saja. Begini ceritanya, Selama dalam perjalanan, seperti biasanya, selalu saya membawa buku, untuk menemani kepergian saya.
Kadang malah saya bawa 2-3 buku. Kebiasaan saya di-mana2, jarang saya hanya baca satu bacaan, selalu 3 atau 4 bacaan, sekaligus. Letih membaca tulisan ilmiah, ganti baca buku agama, atau novel fiction, atau pengetahuan. Selalu saja ada buku yang menemani saya. Bahkan setelah saya tinggal di desa dan memiliki kebiasaan shalat fardhu di mushola, saya selalu membawa buku agama.
Saya membacanya beberapa halaman setelah usai shalat, dengan kebiasaan baru itu, hanya dua bulan, saya sudah bisa menamatkan beberapa buku tebal. Gusti Allah menganugrahkan mata yang baik pada saya, sampai seusia 70 ini saya belum pernah memakai kacamata baca, saya kira seharusnya saya membalas kebaikan Allah SWT itu dengan membaca ajaran-Nya.
Nah, dalam perjalanan kali ini saya bawa 2 buku, pertama Buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, tulisan Prof.Dr.T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy. Buku bagus ini dan buku2 lain, tiba2 saja bertumpuk di rumah pusaka tua peninggalan keluarga istri saya di Tempel Sleman.
Beberapa buku, malah lapuk dan hancur karena lembab dan kehujanan. Buku2 yang tidak bertuan itu, seolah hadiah Allah SWT pada saya, dan sekaligus perintah kepada saya untuk mempelajarinya. Salah satu buku tiban yang saya temukan dan masih baik adalah buku langka tulisan L.Stoddard tahun 1914, “Dunia Baru Islam”.
Pada jamannya buku itu jadi salah satu dokumen yang monumental dan menjadi pegangan siapapun yang mempelajari Islam saat itu. Stoddard menulisnya saat pemeluk Islam di dunia baru 250 juta jiwa. Saat Pakistan, apalagi Bangladesh belum lahir, semua India. Stoddard saat itu, berteori kaum Yahudi yang tidak memiliki negara, akan membentuk negara di kawasan Israel sekarang.
Buku Islam itu atas perintah Bung Karno diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Dalam edisi Indonesia, yang Ejaan Lama, Bung Karno menambah satu Bab lagi, padahal setelah Bab IX, sudah ada Kesimpulan. Jadi lucu, Bab X: Pergerakan Islam di Indonesia. Buku bagus itu telah habis saya lalap, namun suatu waktu insya Allah akan saya baca ulang. Bersambung………. (Sadhono Hadi; dari grup WA-VN)-FR