Islam

Wapres-Dai Harus Teladani Nabi SAW Tidak Berpikiran

(beritasatu.com)-JAKARTA; Wapres KH Ma’ruf Amin minta para penceramah agama (dai) ikuti teladan, sikap, serta cara pandang Nabi Muhammad SAW. Artinya,  dai harus berpikir wasathy, yaitu cara berpikir moderat, dinamis, namun tetap dalam koridor manhaji dan tidak ekstrem serta tidak berpikiran sempit.

Hal itu disampaikan Ma’ruf, dalam webinar BNPT-Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), bertema “Peran Dai dalam Deradikalisasi Paham Keagamaan di Indonesia”, (4/4/2021).

Menurut Wapres, peran dai relevan dengan tantangan yang dihadapi bersama saat ini. Khususnya terkait dengan adanya pihak yang memahami agama secara keliru dan mereka yang melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan agama.

Menilik perjalanan panjang sejarah berdirinya Indonesia, Wapres mengatakan tak bisa lepas dari peran penting para dai. Baik yang turun langsung mengangkat senjata dan yang mengobarkan semangat juang melalui dakwah melawan penjajahan dan meraih kemerdekaan. Saat itu, dai menyeru berbuat kebajikan, mengajak berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar.

Sejalan perkembangan kehidupan masyarakat, para dai dihadapkan tantangan kompleksitas masalah yang muncul. Tidak hanya menyangkut masalah politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hankam, juga berkaitan dengan persoalan pemahaman beragama. Dalam konteks itu, rujukan yang harus menjadi pegangan bagi para dai adalah Rasulullah SAW.

“Pelajaran penting dapat dipetik dari perjalanan dakwah Rasul SAW bahwa cara berpikir itu kunci utama maju mundurnya peradaban,” kata Wapres. “Yang diajarkan Rasul itu cara berpikir atau manhaj al-fikr yang jadi sumber terbentuknya peradaban Islam seperti terjadi di era keemasan Islam, yaitu cara berpikir wasathy, atau moderat, dinamis, namun tetap dalam koridor manhaji dan tidak ekstrem,” urainya.

Dikatakan Wapres, cara berpikir yang wasathy bukan cara pandang atau cara berpikir yang eksklusif dan sempit serta tidak terbuka terhadap perubahan. Karena itu, para dai harus meneladani cara berpikir Rasulullah SAW dan tidak ikut dalam arus berpikir sempit.

 

“Seperti fenomena yang muncul belakangan ini. Contoh sederhana cara berpikir sempit adalah tidak percaya bahwa Covid-19 adalah nyata, atau percaya pada teori-teori konspirasi tanpa mencoba untuk memahami fenomena dengan akal sehat dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan,” ulasnya.

Cara berpikir sempit juga salah satu penyebab munculnya sifat egosentris, tidak menghargai perbedaan pendapat, serta tidak mau berdialog. Cara berpikir sempit melahirkan pola pikir yang menyimpang dari arus utama atau bahkan menjadi radikal. Sehingga dapat menjurus pada penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan masalah.

“Contoh paling aktual dari cara berpikir radikal terorisme yang menyimpang itu adalah peristiwa bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pada 28 Maret 2021,” katanya.

Tindakan ini tidak sesuai dengan ajaran islam yang tidak mengajarkan kekerasan dan pemaksaan kehendak di dalam dakwahnya dan memperjuangkan aspirasi melawan ketidakadilan.

“Cara berpikir sempit itu menghambat dan kontra produktif pada upaya membangun kembali peradaban Islam. Hal itulah yang menjadi salah satu penyebab mengapa banyak negara berpenduduk muslim masih mengalami ketertinggalan dalam bidang ekonomi, pendidikan, iptek dan bidang lainnya,” kata Wapres.

(Markus Junianto Sihalaha/IDS;  Bahan dari : BeritaSatu.com dan https://www.beritasatu.com/nasional/755209/wapres-dai-harus-teladani-nabi-muhammad-saw-tak-berpikiran-sempit-dan-ekstrem)-FatchurR *

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close