Marah berlebihan
Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatankepada Iblis.
Siu Lan adalah seorang janda miskin. Dia memiliki seorang putri berumur 7 tahun, namanya Lie Mei. Untuk mempertahankan hidup, Siu Lan membuat kue dan dijajakan di pasar. Hanya itu keahliannya.
Kondisi ini sangat dipahami anaknya, maka tidak ada “kamus” bermanjaan dalam diri Lie Mei, seperti kebiasaan anak seusianya. Suatu hari dimusim dingin, ketika selesai membuat kue, Siu Lan melihat keranjang penjajah kuenya sudah rusak berat.
“Nak kamu tunggu dirumah ya, Ibu mau beli keranjang karena keranjang kue kita sudah rusak. Jangan pergi kemana-mana,” kata Siu Lan kepada Lie Mei. Dengan hanya mengunakan jaket tebal peninggalan suaminya, Siu Lan pun pergi ke toko kelontong yang agak jauh dari rumahnya.
Sepulang dari membeli keranjang kue, dia menemukan pintu rumah tidak terkunci dan Lie Mei tidak ada di rumah. Siu Lan marah, “Benar-benar tidak tahu diri, sudah hidup susah masih juga pergi bermain dengan temannya. Tidak mendengarkan pesanku untuk menunggu rumah barang sebentar saja.”
Setelah masuk rumah, Siu Lan menyusun kue ke keranjang dengan mengomel. Setelah selesai, dia keluar rumah bermaksud untuk menjajakan kuehnya. Salju dan cuaca yang begitu dingin bukan penghalang yang berarti baginya, karena dia dituntut untuk mendapatkan uang guna menyambung hidupnya.
Sementara itu Lie Mei belum pulang. “Dasar anak nakal. Sebagai hukumannya ku kunci pintu ini, agar tidak bisa pulang. Dia harus diberi pelajaran karena berani melanggar perintah,” gerutunya. Dengan susah payah menembus angin sepoi-sepoi yang membawa butiran salju, Siu Lan pergi kepasar. Lama setelah itu, setelah dagangannya habis, dia pun pulang kerumah.
Ketika hampir sampai kerumahnya, Siu Lan terkejut karena dari kejauhan terlihat ada seorang anak kecil yang tergeletak didepan rumahnya. Diapun langsung berlari mendapatkannya dan ternyata anak kecil tsb adalah Lie Mei.
Siu Lan segera menggendong anaknya masuk kerumah dan membaringkannya diatas ranjang. Dia berteriak sejadinya sambil menggoncang-goncang anaknya. Tetapi, apa daya, Lie Mei tetap tidak bergerak, dia sudah meninggal.
Dalam kondisi menangis, tanpa sengaja Siu Lan melihat bungkusan kecil yang terjatuh dari tangan anaknya. Bungkusan itu berisi biskuit dan secarik kertas kecil bertulisan, “Ah, Ibu pasti lupa hari ini istimewa buat Ibu. Aku tidak punya uang dan hanya biskuit ini yang bisa ku beli. Selamat Ulang Tahun Ibu.”
Tak terbayang menyesalnya dia, karena kemarahan berlebihan membuat nyawa buah hatinya melayang sia2. Kemarahan yang berlebihan, tidak terkendali dan tak beralasan dapat membuat kita melakukan perbuatan yang merugikan bahkan kecelakaan yang fatal. Karena itu, tetaplah tunduk dibawah kuasa dan bimbingan Allah.
Marah itu manusiawi, tetapi bodohlah orang yang terus dikuasai oleh kemarahan yang tak terkendali. (AndreW)-FR