Telinga tidak pernah tidur
Jika kita tidur, maka semua organ tubuhnya istirahat, kecuali pendengaran. Jika anda ingin bangun dari tidur, dan letakkan tangan anda di dekat mata, maka mata tidak akan merasakannya. Akan tetapi jika ada suara berisik di dekat telinga anda, maka anda akan terbangun seketika.
Telinga adalah penghubung antara manusia dengan dunia luar. Allah ketika ingin menjadikan ashhabul kahfi tidur selama 309 tahun, berfirman : “Maka Kami tutup telinga mereka selama bertahun-tahun” (Q.S. Al-Kahfi: 11)
Dari sini, ketika telinga tutup hingga tak bisa mendengar, maka orang akan tertidur selama ratusan tahun tanpa ada gangguan. Hal ini karena gerakan manusia pada siang hari menghalangi manusia dari tidur pulas, dan tenangnya manusia (tanpa ada aktivitas) pada malam hari menyebabkan bisa tidur pulas, dan telinga tetap tidak tidur dan tidak lalai sedikitpun.
Allah berfirman dalam al Fushshilat: “Dan kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian oleh pendengaranmu, mata-2 kalian, dan kulit2 kalian terhadap kalian sendiri, bahkan kamu mengira Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian kerjakan”. (Q.S. Fushshilat: 22)
Kenapa kalimat “pendengaran” dalam ayat itu berbentuk tunggal (mufrad) dan kalimat “penglihatan” dan “kulit” dalam bentuk jamak ? Padahal, bisa saja Allah mengatakannya: Pendengaran-pendengaran kalian, penglihatan-penglihatan kalian, dan kulit-kulit kalian.
Konteks ayatnya, pendengaran dan penglihatan (bentuk tunggal) atau pendengaran-pendengaran dan penglihatan-penglihatan (bentuk jamak). Akan tetapi Allah dalam ayat di atas -yang demikian rinci dan jelas- ingin mengungkapkan kepada kita tentang keterperincian Al-Qur’an yang mulia.
Mata adalah indera yang diatur sekehendak manusia. Saya bisa melihat dan bisa tidak melihat, saya bisa memejamkan mata bila saya tidak ingin melihat, memalingkan wajah ke arah lain, atau mengalihkan pandangan ke yang lain.
Tetapi telinga tidak berkemampuan itu, ingin mendengar atau tidak ingin mendengar, maka anda tetap mendengarnya. Misalnya, anda dalam sebuah ruangan, di sana ada 10 orang saling berbicara, maka anda akan mendengar semuanya, anda ingin mendengarnya atau tidak; anda bisa memalingkan pandangan anda, maka anda akan melihat siapa saja yang ingin anda lihat dan anda tidak bisa melihat orang yang tidak ingin anda lihat.
Tetapi, anda tidak mampu mendengarkan yang ingin anda dengar perkataannya dan tidak mampu untuk tidak mendengar orang yang tidak ingin anda dengar. Paling anda hanya bisa seolah-olah tidak tahu atau seolah-olah tidak mendengar suara yang tidak ingin anda dengar, tetapi hakikatnya suara itu sampai ke telinga anda, mau atau pun tidak.
Jadi, mata berkemampuan memilih; anda bisa melihat atau berpaling. Saya dan orang lain demikian. Sedang pendengaran, tiap kita mendengar yang berbunyi, diinginkan atau tidak. Maka tiap mata berbeda pada yang dilihatnya, akan tetapi telinga mendengar hal yang sama. Kita punya mata, ia melihat apa saja; akan tetapi kita tidak mampu memilih yang mau kita dengar.
Sehingga pantas Allah menyebutkan kalimat “pandangan” dalam bentuk jamak, dan kalimat “pendengaran” dalam bentuk tunggal, meski kalimat pendengaran didahulukan daripada kalimat penglihatan. Maka pendengaran tidak pernah tidur atau pun istirahat.
Telinga tak pernah tidur, semua organ tubuh istirahat, kecuali telinga. Jika terdengar suara maka spontan engkau terbangun. Tapi, jika fungsi telinga terhenti, maka hiruk-pikuk aktivitas manusia dan semua bunyi yang ada tidak akan membangunkan tidur kita, sebab alat pendengarannya yaitu telinga tidak bisa menerima sinyal ini. Telinga juga alat pendengar panggilan hari qiamat ketika terompet dibunyikan.
Dan mata membutuhkan cahaya untuk bisa melihat, telinga tidak memerlukan hal lain. Jika dunia gelap, maka mata tidak bisa melihat, walau mata tidak rusak. Tetapi telinga bisa mendengar apapun, siang-malam; dalam gelap-terang benderang. Maka telinga tidak pernah tidur dan tidak pernah berhenti berfungsi. Wallahu.alam. (Pak Oto)-FR