Lulus umur 11 ber-IPK 4
Lulus Kuliah ber-IPK 4.00. Jenius. Itulah kata pantas bagi Moshe Kai Cavalin, dia menyelesaikan kuliah di usia 11 tahun dengan IPK sempurna 4.0. Moshe Kai Cavalin lahir dari Ayah keturunan Brazil dan Ibu turun Cina tanggal 14/2/1998 bernama Cina Kai Hsiao Hu yang artinya macan yang patuh atau penurut.
Moshe Kai Cavalin mulai belajar usia dua tahun dan sama sekali tidak membuang waktu jadi menyebutnya jenius adalah tidak adil karena dia memang berusaha dari awal. Ibu Moshe, Sandy Chien, mengatakan putranya menunjukkan bakat luar biasa di usia dua tahun.
Dia belajar sangat cepat dan suka nonton TV dan membaca buku anak-anak. Moshe Kai sudah berlatih matematika sederhana usia 4 tahun, ketika ortunya memasukkannya pada program belajar intensif termasuk matematika, musik, seni bela diri dan membaca. Chien, Ibu Moshe yang lulusan master administrasi bisnis memutuskan keluar dari pekerjaan untuk mengajar anaknya sendiri.
Moshe Kai Cavalin tidak pernah mengenyam pendidikan formal SD-SMA karena beberapa kali ditolak mengingat kemampuannya yang sudah diatas rata-rata. Ayahnya pernah berkali – kali memasukkannya ke Sekolah Formal dan berkali – kali pula ditolak.
Pada saat sang ayah memasukkan ke SD misalnya, sekolah mengharuskan Moshe untuk masuk ke kelas 1 atau dari awal akan tetapi kemampuan Moshe sudah setara dengan anak kelas 5 dan sang ayah menginginkan Moshe masuk kelas 5 agar tidak terjadi kemunduran penerimaan pengetahuan, tapi sekolah menolak.
Begitupun sekolah lain ada yang berasalan Moshe dapat menganggu konsentrasi siswa lain karena akan menjadi pusat perhatian dan juga membuat siswa yang usianya diatasnya menjadi minder. Walhasil, Homeschooling akhirnya menjadi pilihan yang kemudian mengantarkannya menjadi orang hebat.
Pada usia 7 tahun, Moshe menyelesaikan SMP-SMA di rumah. Chien mendaftarkan Moshe ke East Los Angeles Community College, tetapi ditolak karena dia dianggap terlalu kecil. Dengan pengurangan untuk melihat televisi dan bermain videogame, perkembangannya mulai pesat, dia mulai memenangkan kontes internasional seni bela diri, belajar untuk menyelam.
Pada usia 8 tahun, Moshe mendaftar lagi dan diterima setelah lulus ujian masuk. Awalnya dia hanya boleh mengikuti dua kelas yakni matematika dan fisika. Namun, setelah Moshe selalu mendapatkan nilai A plus, ia diperbolehkan mengikuti kelas lain.
Ketika Moshe mulai kuliah di usia 8 tahun, dia adalah siswa termuda. Namun, dia mampu memberi les privat kepada teman sekelasnya yang berusia 19-20 tahun dalam mata pelajaran matematika-fisika. Moshe menyelesaikan kuliahnya di bidang matematika di East Los Angeles Community College di usia 11 tahun. IP-nya sempurna dengan IPK 4,0.
Keberhasilannya hingga saat ini sangat besar ditopang oleh peran dari orang tuanya yang hebat yang begitu mencintai dan menyayangi anaknya. Orang Tua Moshe paham betul akan hal tersebut, hingga mereka totalitas dalam mendidik anak.
Apalagi ketika homeschooling mereka pilih untuk masa depan anak tercintanya. Hal tersebut mengharuskan Ibunda Moshe yang notabene lulusan MBA harus rela berhenti bekerja dan menjadi guru sekaligus teman bagi putranya.
“Saya mencoba mensekolahkan anak saya ke sekolah dasar, tetapi dia belajar terlalu cepat dan dia sering tidak menemukan apa-apa untuk dikerjakan di kelas. Saya kemudian memutuskan mengajarinya di rumah” kata Ibu Moshe, Chien.
Moshe Kai Cavalin menolak jika disebut jenius, Menurut Moshe, ‘Jenius’ hanyalah sebuah kata, seperti IQ, itu istilah yang dibuat oleh orang yang hanya mengklasifikasikan satu hal, dan mereka mengabaikan segala sesuatu yang lain yang membentuk seorang individu.
“Saya tak suka disebut jenius dan saya tidak ingin disebut seperti itu. Yang saya lakukan adalah mencoba mendapat kebijaksanaan melalui pengetahuan dan saya pikir melatih kebijaksanaan jauh lebih baik dari menjadi jenius,” Kata Moshe. Selepas sarjana, Moshe Kai Cavalin ingin terus melanjutkan sekolahnya.
Beberapa universitas yang jadi bidikannya adalah Stanford, Massachusetts Institute of Technology (MIT) atau University of Nevada, Las Vegas untuk mengambil matematika, astrofisika, maupun fisika teoritik. Alternatif lainnya adalah mengambil bisnis di Harvard. Moshe juga bermimpi mendapat lisensi pilot.
Seorang remaja dengan banyak impian, menguasai bahasa Spanyol, Portugis, Italia, Inggris, dan Mandarin ini tidak pelit membagi tips sukses. Dia berbagi kiat sukses dengan menerbitkan buku setebal 100 halaman. ‘We Can Do’ judul bukunya. Butuh waktu 4 tahun bagi Moshe menyelesaikan buku itu. Maklum dia cukup sibuk dengan berbagai aktivitasnya.
‘We Can Do’ ditulis dalam bahasa Inggris untuk pasar Amerika. Sedangkan untuk pasar Asia, Moshe menulisnya dalam bahasa Mandarin. Dari buku itu diperoleh pelajaran jangan menaruh semua telur di satu keranjang. Berdasar cara Moshe, sebaiknya mengambil sedikit telur lalu menempatkannya di satu keranjang dan jangan terganggu dengan keranjang lain.
Di buku itu, Moshe menyarankan agar melakukan hal-hal terbaik selama ada waktu. Ini tidak berarti seseorang harus belajar sepanjang hari. Banyak hal bisa dilakukan di waktu yang kita miliki. Seseorang yang serius melakukan hobi bisa berhasil. Misalnya Moshe yang menekuni hobi bela diri, memiliki banyak piala dari olahraga ini.
“Saya mencapai titik di mana banyak orang menganggap tidak mungkin pada usia saya. Saya mencapai setinggi Bulan, tapi siapa saja yang benar-benar mencoba, bisa mencapai di atas galaksi Bima Sakti,” tulisnya dalam buku ‘We Can Do’. (http://bima20.blogspot.sg/2012/04/moshe-kai-cavalin-bocah-jenius-yang.html)-FatchurR