Wisata Gua Pindul bersama cucu
Adik Ipar saya dari Surabaya berlibur ke Jogja. Ternyata dia sudah mendengar keasyikan tamasya ke Gua Pindul Wonosari Jogja. Kebetulam saya sudah dua kali kesana, terakhir bersama teman-teman pensiunan dari Bandung. Tentu saja saya setuju dan siap mengantarkan ke tempat wisata yang unik dan sekarang lagi mashur ini.
Gua ini unik, karena perjalanan di sepanjang gua dengan menggunakan ban dalam dan mengambang di atas sungai. Diameter ban-ban ini sekitar satu meter dan pelancong berbaring diatasnya sambil menengadah. Airnya yang jernih, mengalir pelan di dalam kegelapan membawa penumpang ban yang berjajar ke suasana yang asyik dan menantang.
Sekalipun gua pindul ini hanya satu, tetapi pengelola-nya beberapa perusahaan. Semuanya saling bersaing merebut pelancong yang mbludag. Pengelola-pengelola ini setelah mengumpulkan kastemer, kemudian membawa mereka dengan ban-ban besar diatas pick-up bak terbuka ke lokasi gua.
Nah, berangkatlah saya kemarin saat liburan ke Gua Pindul dengan membawa 9 orang, termasuk anak, cucu, ipar dan keponakan. Suasana mulut gua saat liburan luar biasa penuh. Kendaraan-kendaran pengangkut pelancong dan ban-ban besar hilir mudik datang dan pergi. Dengan bantuan pak supir, saya bisa membentuk satu rombongan plus dan tidak perlu antri lama, kami berjalan ke mulut gua.
Setiba di lokasi saya sungguh terkejut. Kolam start dan kolam sebelum masuk gua berisi ban-ban berpenumpang memenuhi kolam. Bukan lagi seperti cendol, tapi permukaan air nyaris tidak nampak, tertutup ban dan orang.
Tentu mereka sudah antri lama disana mengunggu giliran masuk. Halaman atas, juga penuh manusia. Menunggu. Saya sudah ingin sekali membatalkan adventures ini, tapi para pemandu saya, segera tanpa antri, dengan sigap langsung menuntun kami terjun ke kolam
Saat mengapung menunggu giliran, saya juga sudah sangat khawatir, harus menunggu lama. Kalau anda pernah merasakan rasa takut yang luar biasa, ya itulah yang saya alami saat itu. Saya sangat takut terjadi kecelakaan dan kehilangan orang-orang yang sangat saya sayangi. Pemandu kemudian saya panggil, “Mas, ini masih lama, batal saja ya?”.
Pemandu-pemandu kemudian dengan tangkas mendorong rombongan saya, masuk gua menyalip yang lain. Ternyata ketakutan saya masih belum berakhir. Sampai di dalam, jalannya rangkaian ban
sangat lambat. Di dalam pun penuh sesak.
Pemandu kembali saya panggil, “Mas, sudah tidak perlu penjelasan-penjelasan, langsung keluar saja”. Pemandu kemudian dengan sekuat tenaga mendorong rangkaian kami mendesak maju. Ada satu bagian gua yang sangat sempit, hanya cukup untuk lewat satu ban saja.
Perjalanan menyusur gua yang gelap terasa sangat lamaaaa. Saya terus menerus berdoa agar segera sampai ke mulut keluar. Ketika kemudian sinar terang muncul, tanda pintu keluar sudah dekat. Syukur, saya sangat lega kita akhirnya bisa juga keluar gua.
Sekalipun kami sudah aman, tetapi rasa takut itu masih juga bergayut di hati saya. Melihat pengunjung masih berdatangan dengan pick-up terbuka. Sementara yang menunggu giliran masuk masih berjubel. Sebagian ada yang membawa anak-anak kecil dipangku diatas ban.
Hati saya sudah menjerit. Gua ini jelas tidak mampu untuk menampung pengunjung yang sebegitu banyaknya. Saking ketakutan, saya lemas, mabok, leher kaku dan muntah. Saya sungguh berharap tidak ada kecelakaan.
Saya sungguh berharap pemda turun tangan mengadakan audit, berapakah kapasitas maksimum pengunjung yang bisa dilayani. Sekalipun pengunjung di jamin oleh asuransi, kita tidak perlu menunggu
berita buruk untuk memperbaiki pengaturan aliran pengunjung.
Gua Pindul itu sangat mengasyikan, namun sungguh saya tidak bisa merekomendasi kunjungan ke sana di saat liburan. (Sadhono Hadi; Creator of Fundamen Top40; Visit http://fundamen40.blogspot.com dan http://rumahkudidesa.blogspot.com)-FR