Datanglah apa adanya
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dalam ketidakpercayaan. Tidak mungkin ini tempatnya. Sebenarnya, tidak mungkin aku diterima di sini. Aku sudah diberi undangan beberapa kali, oleh beberapa orang berbeda, dan baru akhirnya memutuskan untuk melihat tempatnya seperti apa sih.
Tapi, tidak mungkin ini tempatnya. Dengan cepat, aku melihat pada undangan yang ada di genggamanku. Aku memeriksa dengan teliti kata-katanya, “Datanglah sebagaimana adanya kamu. Tidak perlu ditutup-tutupi,” dan menemukan lokasinya.
Ya.. aku berada di tempat yang benar. Aku mengintip lewat jendelanya sekali lagi dan melihat sebuah ruangan yang penuh dengan orang-orang yang dari wajahnya terpancar sukacita. Semuanya berpakaian rapi, diperindah dengan pakaian yang bagus dan terlihat bersih seperti kalau mereka makan di restoran yang bagus.
Dengan perasaan malu, aku memandang pada pakaianku yang buruk dan compang camping, penuh dengan noda. Aku kotor, bahkan menjijikan. Bau yang busuk ada padaku dan aku tidak dapat membuang kotoran yang melekat pada tubuhku. Ketika aku akan berputar untuk meninggalkan tempat itu, kata-kata dari undangan tersebut seakan meloncat keluar, “Datanglah sebagaimana kamu adanya. Tidak perlu ditutupi.”
Aku memutuskan untuk mencobanya. Dengan mengerahkan semua keberanianku, aku membuka pintu restoran dan berjalan ke arah laki-laki yang berdiri di belakang panggung. “Nama Anda, Tuan ?” ia bertanya kepadaku dengan senyuman.
“Daniel F. Renken,” kataku bergumam tanpa berani melihat ke atas. Aku memasukkan tanganku ke kantongku dalam-dalam, berharap untuk dapat menyembunyikan noda-nodanya.
Ia sepertinya tidak menyadari kotoran yang berusaha aku sembunyikan dan ia melanjutkan, “Baik, Tuan. Sebuah meja sudah dipesan atas nama Anda. Anda mau duduk ?”
Aku tidak percaya atas apa yang aku dengar. Aku tersenyum dan berkata,”Ya, tentu saja!”
Ia mengantarkanku ke sebuah meja dan, cukup yakin, ada plakat dengan namaku tertera dengan tulisan tebal merah tua.
Ketika aku membaca-baca menunya, aku melihat berbagai macam hal-hal yang menyenangkan tertera di sana. Hal-hal tersebut seperti “damai”, “sukacita”,”berkat”, “kepercayaan diri”,”keyakinan”, “pengharapan”, “cinta kasih”, “kesetiaan”, dan “pengampunan”.
Aku sadar bahwa ini bukan restoran biasa. Aku mengembalikan menunya ke depan untuk melihat tempat di mana aku berada. “Kemurahan Tuhan,” adalah nama dari tempat ini. Laki-laki tadi berkata, “Aku merekomendasikan sajian spesial hari ini. Dengan memilih spesial menu hari ini, Anda berhak untuk mendapatkan semua yang ada di menu ini.”
Kamu pasti bercanda. pikirku dalam hati. Maksudmu, aku bisa mendapat SEMUA yang ada dalam menu ini? “Apa menu spesial hari ini?” aku bertanya dengan penuh kegembiraan.
“Keselamatan,” jawabnya.
“Aku ambil,” jawabku spontan.
Kemudian, secepat aku membuat keputusan itu, kegembiraan meninggalkan tubuhku. Sakit dan penderitaan merenggut lewat perutku dan air mata memenuhi mataku. Dengan menangis tersedu sedan, aku berkata, “Tuan, lihatlah diriku. Aku ini kotor dan hina. Aku tidak bersih dan tidak berharga. Aku ingin mendapat semuanya ini, tapi aku tidak dapat membelinya.”
Dengan berani, laki-laki itu tersenyum lagi. “Tuan, Anda sudah dibayar oleh yang di sebelah sana,” katanya sambil menunjuk pintu masuk ruangan. “Namanya Tuhan.” Aku berbalik, aku melihat Nya yang kehadirannya membuat terang seluruh ruangan itu.
Aku melangkah maju ke arah laki-laki itu, dan dengan suara gemetar aku berbisik, “Tuan, aku akan mencuci piring-piring atau membersihkan lantai atau mengeluarkan sampah. Aku akan melakukan apa pun yang bisa aku lakukan untuk membayar-Mu kembali atas semuanya ini.”
Ia membuka tangannya dan berkata dengan senyuman, “Anakku, semuanya ini akan menjadi milikmu, cukup hanya bila kamu datang kepadaKu. Mintalah pada-Ku untuk membersihkanmu dan Aku akan melakukannya.
Mintalah pada-Ku untuk membuang noda-noda itu dan itu terlaksana. Mintalah padaKu untuk mengijinkanmu makan di meja-Ku dan kamu akan makan. Ingat, meja ini dipesan atas namamu. Yang bisa kamu lakukan hanyalah MENERIMA pemberian yang sudah Aku tawarkan kepadamu.”
Dengan kagum dan takjub, aku terjatuh di kakiNya dan berkata, “Tolong, Yesus. Tolong bersihkan hidupku. Tolong ubahkan aku, ijinkan aku duduk di meja-Mu dan berikan padaku sebuah hidup yang baru.” Dengan segera aku mendengar, “Sudah terlaksana.”
Aku melihat pakaian putih menghiasi tubuhku yang sudah bersih. Sesuatu yang aneh dan indah terjadi. Aku merasa seperti baru, seperti sebuah beban sudah terangkat dan aku mendapatkan diriku duduk di mejaNya. “Menu spesial hari ini sudah dipesan,” kata Tuhan kepadaku. “Keselamatan menjadi milikmu.”
Kami duduk dan bercakap-cakap untuk beberapa waktu lamanya dan aku sangat menikmati waktu yang kuluangkan denganNya. Ia berkata kepadaku, kepadaku dan kepada semua orang, bahwa Ia ingin aku kembali sesering aku ingin bantuan lain dari kemurahan Tuhan. Dengan jelas Ia ingin aku meluangkan waktuku sebanyak mungkin denganNya.
Ketika waktu sudah dekat bagiku untuk kembali ke ‘dunia nyata’, Ia berbisik padaku dengan lembut, “Dan Daniel, AKU MENYERTAI KAMU SELALU.” Dan kemudian, Ia berkata sesuatu yang tidak akan pernah aku lupakan. Ia berkata, “Anakku, lihatkah kamu beberapa meja yang kosong di seluruh ruangan ini?”
“Ya, Tuhan. Aku melihatnya. Apa artinya?” jawabku.
“Ini adalah meja-meja yang dipesan, tapi tiap-tiap individu yang namanya tertera di tiap plakat ini belum menerima undangan untuk makan. Maukah kamu membagikan undangan-undangan ini untuk mereka yang belum bergabung dengan kita?” Yesus bertanya.
“Tentu saja,” kataku dengan kegembiraan dan memungut undangan tersebut.
“Pergilah ke seluruh bangsa,” Ia berkata ketika aku pergi meninggalkan restoran tersebut.
Aku berjalan masuk ke “Kemurahan Tuhan” dalam keadaan kotor dan lapar. Ternoda oleh dosa. Asalku bagai kain tua yang kotor. Dan Yesus membersihkanku. Aku berjalan keluar seperti orang yang baru.. berbaju putih, seperti Dia. Dan, aku menepati janjiku pada Tuhanku.
Aku akan pergi.
Aku akan menyebarkan luaskan perkataanNya.
Aku akan memberitakan Injil …
Aku akan membagikan undangan-undangannya.
Dan aku akan memulainya dengan kamu.
Pernahkah kamu pergi ke restoran “Kemurahan Tuhan?” Ada sebuah meja yang dipesan atas namamu, dan inilah undangan untukmu… “DATANGLAH SEBAGAIMANA KAMU ADANYA. TIDAK PERLU DITUTUP-TUTUPI.” (source: http://www.klinikrohani.com/2009/07/datanglah-sebagaimana-adanya.html dan http://giajemursarisurabaya.blogspot.com/)-FR