Psikologi

Perilaku sirik

AP PHOTO / ANDY WONG-Para delegasi menggunakan smartphone, berebut selfie dengan Presiden Jokowi usai menyampaikan pidato di acara APEC CEO Summit di China National Convention Center di Beijing, 10/11/2014.

 

Dahulu, ketika saya kanak-kanak, ada komik di majalah Bobo. Judulnya “Juwita dan Siti Sirik” yang berganti judul menjadi “Juwita dan Si Sirik”. Di komik itu digambarkan, Juwita sosok perempuan jelita yang baik hati dan suka menolong. Si Sirik sebagai perempuan tua buruk rupa, jahil, selalu mengenakan topi lancip, hidung bengkok, muka peot, dan senyum mencong seperti habis kena stroke.

 

Si Sirik yang jahil dan jahat berhadapan dengan Juwita yang penolong. Pada tiap akhir cerita, Juwita yang mewakili kebaikan muncul sebagai pemenang.

 

Menyaksikan dan mengamati kunjungan Presiden Jokowi di Forum APEC 2014, yang menjadi primadona di forum tersebut, serta komentar negatif dari sebagian orang yang itu-itu juga di Tanah Air, langsung mengingatkan saya pada komik “Juwita dan Si Sirik” itu.

 

Sebab, komentar nyelekit kepada Jokowi bukan hanya saat acara APEC ini saja, melainkan juga semenjak ia mencalonkan jadi presiden hingga menjadi presiden. Seolah, komentar miring selalu memburu Jokowi di mana pun berada dan apa pun yang dia kerjakan. Pendeknya, maju kena mundur kena.

 

Para pendukung Jokowi heran dan menduga duga. Padahal kini secara pribadi Prabowo mendukung pemerintahan Jokowi, terbukti dengan kedatangan beliau saat Joko Widodo dilantik sebagai presiden 20/10/14. Selain itu, Prabowo meminta pendukungnya untuk tidak menyakiti pihak lain, seperti bunyi surat Prabowo seusai bertemu Jokowi menjelang pelantikan presiden.

 

“Saya mohon semua pendukung saya untuk memahami. Saya mengerti sebagian dari Saudara belum bisa menerima sikap saya. Tetapi, percayalah, pendekar, kesatria harus tegar, harus memilih jalan yang baik dan benar. Menghindari kekerasan sedapat mungkin. Menjauhi permusuhan dan kebencian.”

 

 

Karena mereka selalu memandang dari sisi buruk sepak terjang Jokowi, sebut saja mereka “Si Sirik”.  Mereka, disebut sebagai Si Sirik atau Si Nyinyir, pada momen APEC ini menyoroti dua hal. Pertama, pidato Jokowi yang menggunakan bahasa Indonesia. Kedua, karena lawatannya, Presiden membawa serta istri dan anak.

 

Untuk kenyinyiran pertama, Si Sirik menuduh bahwa Joko Widodo bersembunyi di balik konstitusi yang memerintahkan Presiden RI harus menggunakan bahasa Indonesia. Padahal, menurut Si Sirik, Joko Widodo tidak fasih dalam berbahasa Inggris.

 

Hal ini bermula dari peringatan pakar hukum Hikmanto yang mengatakan, UU mewajibkan Presiden menggunakan bahasa Indonesia agar bahasa kita dikenal dunia dan makin kuatnya jati diri bangsa. Ini berdasarkan Pasal 28 UU No 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

 

Pasal 28 menyebutkan, “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi presiden, wakil presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri”.

 

Seseorang yang menyebut dirinya Sarkawi berkomentar, “Kini banyak intelektual yang menjual kepandaiannya untuk melegitimasi kekurangan orang. Pidato saja coba direkayasa supaya citra tetap baik. Kalau gak fasih bahasa Inggris bilang apa adanya, toh tiada dosa bagimu.”

 

Hal pertama ini dipatahkan Joko Widodo yang menyampaikan presentasi berbahasa Inggris di depan kalangan CEO pada hari pertama APEC. Namun, tetap saja ada komentar miring mengenai peristiwa tersebut, seperti yang ditulis oleh seorang kawan di media sosial.

 

Pujian Presiden East-West Center, Charles E Morisson, Jokowi berpidato dalam bahasa Inggris sederhana sangat bersayap. Sebab, dua keponakan saya (satu kuliah, satunya lagi masih SMA) yang kebetulan kursus di LIA justru berkata sebaliknya, “Aduuuh bahasa Inggris Jokowi sangat memalukan, kita yang dengernya saja ikut malu sendiri,” kata mereka.

 

Ya, ya, para kritikus itu seperti menutup mata dan hati meski melihat dan mendengar fakta yang ada. Padahal, menurut berita, Jokowi telah membuka hari pertama APEC 2014 dengan presentasi yang elok di hadapan sejumlah pemimpin perusahaan.

 

Jokowi tampak dalam beberapa foto dilansir oleh kantor berita AFP, Senin (10/11), terlihat mengenakan setelan jas resmi dengan dasi berwarna merah. Pada video yang diunggah di YouTube juga tampak betapa Jokowi berbicara dalam bahasa Inggris dengan lancar dan tidak memerlukan teks. Tuturannya mengalir, memperkenalkan Indonesia sebagai negara yang terbuka dan aman untuk berinvestasi.

 

Yang mengejutkan, sehabis pidato, Presiden Joko Widodo menjadi “magnet” bagi para pemimpin perusahan dunia, yang tengah menghadiri puncak Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Beijing, Tiongkok, Senin 10 November 2014.

 

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini langsung menjadi buruan para CEO yang ingin berkenalan dengannya. Mereka semua berebut berjabat tangan dan foto bersama Jokowi.

 

Tak cuma itu, akun resmi Twitter APEC CEO Summit 2014 mengunggah foto ketika Jokowi tengah dikerubungi para CEO. Mereka mengaku terkesima dengan presentasi yang disampaikan Jokowi.

 

Saat di dalam negeri dicemooh oleh sebagian orang, di forum dunia, Joko Widodo justru dihormati sedemikian rupa. Jokowi bersama Presiden Amerika Serikat Barack Hussein Obama dan Presiden China Xi Jinping bakal menjadi tiga pembicara utama di perhelatan itu.

 

Hal kedua adalah keikutsertaan putri Joko Widodo, Kahiyang Ayu, dalam rombongan, yang dinilai bagian dari pemborosan dan menyalahi aturan. Ada yang menyitir pernyataan Ketua KPK Abraham Samad yang mengatakan, “Ketika sedang bertugas ke luar kota dan ingin membawa istrinya, maka fasilitas yang didapatkan seperti tiket pesawat dan kamar hotel tidak boleh dirasakan istrinya juga.”

 

Pernyataan Abraham bisa langsung dipatahkan jika diterapkan kepada presiden. Sebab, kunjungan presiden dan wapres bersama isteri ada tertera pada PerMen SesNeg No. 8 /2007 tentang Petunjuk Standar Pelayanan Penyiapan Perjalanan Kunjungan Kerja Presiden, Wapres, dan/atau Istri/Suami Wakil Presiden ke Luar Negeri.

 

Sementara itu, mengenai ikut sertanya Kahiyang Ayu dalam rangka kunjungan ke luar negeri, menurut Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, tak ada aturan yang melarang hal ini. Sebab, seorang presiden diperbolehkan untuk membawa serta keluarganya.

 

“Secara protokoler, presiden bisa mengajak anggota keluarga kalau ada acara-acara lepas. Presiden bisa membawa ibu egara dan keluarga bisa diperkenankan diajak,” kata Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto saat ditemui seusai makan malam di Hotel Kempinski, Beijing, Sabtu (8/11/2014).

 

Menurut Andi, Jokowi bisa membawa 3 anaknya. Rupanya Kahiyang yang bisa. Itu pun menemani sang ibunda tercinta, Iriana. Karena itu, Andi merasa kehadiran Kahiyang tidak perlu dipersoalkan. Terlebih dalam rombongan Jokowi ini, dilakukan perampingan besar. “Secara aturan tidak ada yang salah,”.

 

Untunglah Presiden Joko Widodo terkenal sebagai penyabar dan murah senyum. Hantaman dan fitnahan yang diterimanya jangan-jangan adalah cara Tuhan untuk menguatkan dirinya sebagai seorang tokoh terkemuka negeri ini, saat ini.

 

Bagi para pengkritik, bisa jadi memahaminya sebagai bagian dari demokrasi. Tiap orang memiliki hak untuk mengeluarkan pendapat. Tapi, bukankah kritik yang sehat harus berdasar fakta dan akal sehat? Jika semua tindakan jadi kritikan, tentu muncul kesan si pengkritik itu sebagai Si Sirik yang nyinyir dan penuh prasangka.

 

Padahal, semua agama mengajarkan agar kita menjauhi prasangka (kecurigaan) karena sebagian dari prasangka itu dosa. Bukankah kita juga diperintahkan agar jangan mencari-cari keburukan orang dan jangan bergunjing satu sama lain? Lebih dari itu semua, bukankah kita saudara sebangsa yang seharusnya saling menguatkan? (ThW; Editor     : Jodhi Yudono; http://nasional.kompas.com/read/2014/11/11/08225601/Joko.Widodo.dan.Si.Sirik)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close