Tentang MPS perlu kebijakan berpikir
Manfaat Pensiun Sekaligus (MPS), saat ini menjadi trending topic dikalangan para pensiunan PT. TELKOM. Terlebih setelah adanya Keputusan Direksi Nomor PD.207.04/r.00/PS950/COP-J2000000/2014 tanggal 01 Juli 2014, tentang Peraturan Dana Pensiun dari Dana Pensiun TELKOM, yang mendapat pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan No. Kep.2135/NB.1/2014 tanggal 15 Agustus 2014 tentang Pengesahan atas Peraturan Dana Pensiun dari Dana Pensiun TELKOM.
Selanjutnya ditindak lanjuti dengan Keputusan Pengurus DAPEN TELKOM dengan Nomor : KP.74/HK.25/DPT-oo2/2014 tanggal 9 Desember 2014 tentang Pembayaran Manfaat Pensiun Sekaligus (MPS) bagi Penerima Manfaat Pensiun (PMP).
Dengan adanya beberapa keputusan tersebut, tidak sedikit para pensiunan memburu informasi berkaitan dengan MPS. Ada yang langsung ke DAPEN, ada juga yang ke P2TEL Pusat terlebih para Pengurus Cabang menjadi sasaran untuk mengorek informasi dimaksud.
Dalam kesempatan yang baik ini, sekedar untuk mengingatkan kepada yang sudah mengajukan MPS dan kepada yang akan mendaftar MPS, bahwa sesuai dengan yang disampaikan DAPEN TELKOM pendaftaran tahap-I mula 1 Januari sampai 31 Januari 2015 dan yang disetujui dibayarkan pada tanggal 1 Maret. Tahap-II pendaftaran dimulai 1 Juli sampai 31 Juli 2015, dan yang disetujui dibayarkan MPS-nya 1 September 2015.
Pengajuan MPS, siapapun tidak berhak untuk menghalanginya, karena merupakan hak individu penerima MP. Tetapi paling tidak, sebagai sesama pensiunan, kita patut untuk saling mengingatkan untung ruginya pengajuan MPS. Salah satu kerugian paling terasa, kita tidak lagi hidup bersama dalam naungan organisasi yang selama ini menjadi symbol kebersamaan dalam mempererat silaturahim.
Untuk itu bagi PMP yang MPS-nya disetujui dan telah menerima pembayarannya, kiranya benar-benar harus dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Ingat, yang telah diputuskan saat mengajukan MPS, kemudian disetujui, pada saat itu kita sudah memasuki babak baru langkah hidup kedepannya. Segala konsekuensi berkaitan dengan keanggotaan harus diterima sesuai peraturannya, dan menjadi tanggung jawab masing-masing individu, karena hilangnya semua hak selaku anggota P2TEL.
Sebagai contoh; Ketika seorang anggota atau ahli waris meninggal dunia, P2TEL memberikan bantuan uang duka sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah). Ke depan, karena sudah bukan lagi sebagai anggota P2TEL, sehingga tidak berhak untuk menerima bantuan dimaksud. Belum lagi bantuan lainnya seperti bantuan musibah bencana alam, kebakaran atau hal lainnya.
Jika keputusan untuk MPS sudah diambil, hendaknya lebih berhati-hati menyikapi hidup dan kehidupan ini. Tidak sedikit contoh dari saudara kita pada saat mengajukan KD 57 atau Pendi, mereka begitu riang menerima besaran kompensasi dari Perusahaan.
Ada yang menginvestasikan pada penyertaan modal bekerjasama dengan pihak lain, ada juga yang mencoba untuk menjadi pengusaha, ada juga yang beralih profesi menjadi pedagang dan banyak lagi aktifitas lainnya. Ternyata tidak sedikit yang mengalami kegagalan bahkan gagal total. Hal ini disebabkan tidak adanya perencanaan matang sebelumnya, bahwa terjun pada profesi baru pasca KD 57 atau Pendi, lebih bersifat coba-coba bukan usaha yang sudah berjalan sebelumnya.
Kebutuhan hidup tidak bisa dipungkiri beratnya. Apalagi dengan situasi ekonomi saat ini, segala kebutuhan sandang pangan sangat tinggi. Sementara MP yang diterima (khususnya sebelum Juli 2002) walau sudah ada kenaikan, masih dirasakan kurang untuk memenuhi biaya hidup.
Hal ini mungkin menjadi salah satu pemicu kenapa harus mengajukan MPS. Tetapi kalau MPS itu sebagai pilihan utama dalam menyikapi permasalahan kebutuhan, rasanya kurang bijak tanpa memikirkan langkah hidup kedepannya.
Namun demikian, bagi penerima MPS, sekali lagi sekedar mengingatkan pandai-pandailah mengelola apa yang sudah diterima jangan sampai habis percuma. Sekecil apapun yang diterima harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kesinambungan hidup berikutnya.
Begitupun bagi yang akan mengajukan MPS tahap ke dua, hendaknya dipikirkan kembali sebelum keputusan akhir diambil. Sebab seperti yang disampaikan di atas, bahwa apa yang diputuskan jangan sampai merugikan diri sendiri dalam menjalani kehidupan berikutnya. Sehingga kebijakan dalam berpikir dan bertindak memang sangat diperlukan. Ingat sekecil apapun yang diterima sebagai PMP, tentu mempunyai kepuasan dan kebahagiaan tersendiri. *** (wan)-FR