Kakek
Ada yang enggan disebut kakek. Mungkin mereka mengira kakek hanyalah mengisyaratkan kerentaan yang keriput bungkuk, berjalan oleng dengan topangan tongkat. Pada hal Kakek adalah gambaran pencapaian. Kearifan dan kelegaan.
Kakek juga menyiratkan rasa syukur, menjalani hidup dengan selamat. Mengantarkan anak-anak menyelesaikan studinya di perguruan tinggi. Kakek hanya berharap semoga hidup mereka melebihi orang tuanya serta menjadi orang baik, sehingga do’a mereka untuk ayah-bundanya didengar oleh-Nya.
Kakek adalah pelabuhan tempat mendaratnya cucu-cucu kecil yangberlari hanyut dalam rengkuhan pelukan. Kakek mana yang tidakbangga membualkan kelucuan cucunya. Adakah kakek yang lebih
haru, ketika namanya terpahat pada nama cucunya?
Kakek yang masih mampu terkekeh sekalipun memakai gigi palsu. Kakek yang selalu lupa kemana tadi topi ditinggalkan? Apakah tertinggal di ruang tunggu dokter atau klinik terapi? Makin banyak asesoris yang wajib melengkapi. Kalau dulu hanya perlu kacamata, kini perlu juga gigi imitasi dan alat penyambung telinga yang mulai pekak.
Kegiatan utama kakek adalah menghitung karunia sisa usia yang masih diijinkan untuk dijalani. Detik demi detik mengumpulkan bekal untuk perjalanan nanti. Kadang kakek sempat termenung mengapa tidak dari awal dulu belajar kalam suci. Mengapa cahaya yang singgah ini datang saat raga sudah mulai berbau tanah.
Yang Maha Pengasih memang menyukai orang tua yang mulai membuka kitab suci, namun Dia tentu lebih menyukai orang tua yang sejak muda sudah menjadi sahabat kalam Illahi. (Gundengan Sleman 20150128; Sadhono Hadi; Creator of Fundamen Top40; Visit http://fundamen40.blogspot.com dan http://rumahkudidesa.blogspot.com)-FR