Bermenung: Membuat cap diri
Beberapa tahun lalu Pak Sabar punya asisten rumah tangga yang tiap hari bekerja di rumahnya. Dia ini kalau keluarga Pak Sabar memasak daging tidak pernah mau memakannya. Ketika ditanya, katanya ’mblenger’ (apa ya bahasa Indonesianya?). Dulu dia pernah lama kerja di tukang daging di pasar.
Tiap hari kerjaannya bergelimang daging, dari mengangkat, mengiris, menimbang, membungkus, dsb. Maka kapanpun, di manapun, dia merasa badannya bau daging, sekalipun sudah mandi dengan sabun mandi wangi nan mahal dan memakai minyak wangi nan super wangi sekalipun.
Cerita senada berasal dari teman Pak Sabar, yang mertuanya jual ikan asin di pasar. Bau ikan asinnya selalu menyertainya ke manapun dia pergi. Boleh dikata yang demikian ini menjadi semacam ’cap’ untuk ybs. Begitu pula dengan kerjaan di bengkel mobil, di kuku tangannya ada hitam2 bekas oli atau pelumas. Yang menjual minyak wangi, selalu cantik dan bau wangi.
Begitulah kalau kita dalam jangka waktu lama mengerjakan sesuatu secara rutin, maka akan ada ’cap’ atau ’stempel’ di badan kita, yang akan dibawa ke manapun kita pergi, tanpa kita bisa menepisnya. Tinggal bagaimana kita ingin menoreh dan melukis di stempel itu.
Apakah sebagai penjahat, pengkorup, penipu, maling, pemarah, pencela, tukang gibah, tukang fitnah, dll. Atau juga cap kita adalah pelukis, penulis, penyanyi, pemusik, pemasak handal, pegawai teladan, dst. Bisa juga stempel yang kita bawa selalu adalah sebagai orang baik, orang jujur, penolong, orang bijak, pemberi pencerahan, orang berilmu, dermawan, dsb.
Seyogyanyalah kita mulai mengukir cap yang kita inginkan, kalau sudah punya satu atau beberapa cap, boleh membuat cap atau stempel yang lain. Tentunya cap dalam kategori sebagai orang baik, menurut ukuran manusia dan menurut ukuran Tuhan YME. (Widartoks 2016; dari grup FB-MKPB Telkom)-FR