Kiat meraih sukses juragan Dodol
TRIBUNJABAR.CO.ID-Urat2 kedua tangan Haji Uyud terlihat menonjol. Kata orang tua zaman dulu, urat2 menonjol macam itu penanda bagi sosok pekerja keras. Terbukti kian lama bincang dengan pria kelahiran Kampung Ngamplang, Kel-Desa Kolot, Kec-Cilawu, Kab-Garut, Jabar.
Dia yang (50) itu, Sabtu (16/4/2016), di kampung kelahirannya itu, Kompas.com merasakan kisah perjuangan hidup yang mengesankan. “Kehilangan orang tua membuat saya harus bekerja keras kan,” katanya. Sebelum 1997, Uyud muda cari nafkah sebagai caddy atau petugas pembawa peralatan bagi pemain golf di Lapangan Golf Flamboyan, di Ngamplang.
Ia menyebut pemain yang dilayaninya itu sebagai “majikan”. “Dia itu punya usaha dodol garut,” kenangnya. Rupanya, dari situlah Uyud, kala itu, mendapatkan sokongan baik material dan moral untuk beranjak dari pekerjaan lama. “Iya, tahun 1997 saya mulai usaha dodol garut,” katanya sumringah.
Uyud tak langsung buka usaha dodol garut. Dia mencicil keberhasilan lebih dulu jadi pemasok bahan baku dodol garut, tepung beras ketan. Beras ketan didatangkan dari Kab-Subang. “Di Garut kan enggak ada pertanian beras ketan” Dia sebut 3 kecamatan di Subang sebagai sentra beras ketan yakni di Kec-Subang, Pamanukan, dan Tambak Dahan.
Uyud terbilang banyak akal. Pasalnya, pada 1997, selain jadi pemasok tepung beras ketan, dia juga memulai usaha rangginang, penganan khas yang juga berbahan dasar beras ketan. Sayang, kerja kerasnya masih belum mampu mendongkrak pendapatan dari rangginang.
Ia, balik kanan alias menggeluti lagi pekerjaan sebagai pemasok lebih serius. Pilihan usaha dodol garut ternyata pilihan pas bagi bapak 4 anak ini. Tak hanya itu, dodol garut lama jadi ikon Garut. Laman resmi pemkab Garut, garutkab.go.id menunjukkan usaha dodol garut berkembang sejak 1926. Waktu itu, Karsinah, seorang ibu, memulai pembuatan dodol garut secara sederhana.
Lama2 industri dodol garut berkembang, sedikitnya 4 ciri khas. Pertama, dodol garut bercita rasa beda dengan dodol dari daerah lain. Kedua, masyarakat Garut gemar mengkonsumsi dodol garut. “Menurut saya, dodol garut itu seperti makanan pokok di sini,” kata Haji Uyud.
Selain harga terjangkau, dodol garut unggul lantaran pembuatannya sederhana dan bahan bakunya gampang diperoleh. Satu yang unik, dodol garut tak menggunakan bahan pengawet dan bahan makanan tambahan  sintetis. “Dodol garut juga awet. Bikinan saya bisa awet sebulanan,” imbuh Haji Uyud.
Modal
Keberhasilan H. Uyud sampai kini mengelola bisnis dodol garut rupanya tetap punya kendala abadi. “Yah, kendalanya modal itu”. Lalu, berkisahlah H. Uyud ihwal mengelola bisnis dodol garut hingga punya 5 pabrik yang dikelola anak dan kerabatnya itu. Haji Uyud awalnya cari pinjaman dari BRI Unit waktu itu saya dapat pinjaman Rp 750 juta,” tuturnya.
Tapi, gara2 usahanya kolaps, nama Uyud masuk daftar nasabah berstatus tak bisa diberi pinjaman. “Soalnya, saya enggak bisa bayar utang”. Pada 2006, Uyud mencoba bangkit. Usaha dodolnya disokong dana dari Bank Danamon Syariah. “Dikasih pinjaman Rp 50 juta tanpa jaminan. Alhamdullilah saya bisa kembalikan, nyicil setahun,” ujarnya.
Nah, Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BNI menghampirinya belum lama. Dia mendapat dana KUR hingga Rp 500 juta. “Bunganya delapan persen kalau enggak salah,” ucap Haji Uyud sembari menambahkan KUR itu berlaku 3 tahun sejak 2013. Selain pinjaman bank, sepanjang perjalanan bisnisnya juga mengandalkan dana dari lembaga penjaminan kendaraan bermotor.
“Saya dapat dana juga dari leasing mobil,” katanya. Tercatat, kini ada empat mobil yang dijadikan agunan. “Istilahnya, mobil-mobil itu saya ‘sekolah’-kan,” katanya sembari menunjuk mobil Toyota Fortuner miliknya yang dijadikan agunan senilai Rp 160 juta setahun dengan bunga empat persen.
Curah
Lalu, blak2an pula, Haji Uyud mengisahkan besaran pendapatannya dari bisnis dodol garut. Lantaran persaingan di Garut sudah padat, Haji Uyud menjual produknya secara curah justru ke kota-kota di luar Garut. Paling banyak dia menjual dodol garut curah ke Yogyakarta, Solo, dan Magelang.
Dalam sehari, bersama 40 pekerjanya, H. Uyud mampu memproduksi 1,5 ton dodol garut curah. Tiap Kg produksi, dia jual ke agen dengan banderol Rp 12.500. Sampai sekarang, bisnis dodol garut curah Haji Uyud bisa menyerap 200 tenaga kerja. “Semua dari kampung-kampung sekitar sini,” katanya.
Ihwal upah, Suryana, pekerja yang bertugas mengolah bahan dodol garut hingga jadi lempengan2 besar siap di-potong2 kecil, mengaku bisa membawa pulang Rp 60.000 sehari untuk waktu pekerjaan sejak pukul 07.00 hingga pukul 14.00. “Sehari saya bisa mengolah dua wajan dodol,” katanya.
Selanjutnya, untuk upah pekerja yang memotong-motong dodol dan mengemasnya, Haji Uyud punya perhitungan sendiri. Para pekerja yang mayoritas perempuan dan memiliki jam kerja sama seperti Suryana diupah borongan. Setiap mendapat 1 kilogram dodol siap saji, tiap pekerja mendapat Rp 500.
Pengalaman H. Uyud menunjukkan tiap hari pekerja bisa menyiapkan rata2 50 Kg. Kembali, dodol garut membuat H. Uyud mampu berangkat menunaikan ibadah haji. Gelar haji diperoleh pertama saat menunaikan pada 2000. Hampir setiap tahun dia memberangkatkan umrah sanak saudara dan agennya.
Kini, bisnis Haji Uyud berkembang. Selain jadi pemasok bahan baku dodol garut, ia melebarkan potensi pemasukan duit ke pundi2nya sebagai pengecer elpiji untuk rumah tangga. Kerja keras juragan dodol itu berbuah manis. (Akung Pras; kompas.com dan http://jabar.tribunnews.com/2016/04/21/juragan-dodol-ini-punya-dua-kiat-meraih-sukses)-FatchurR