Islam

Riwayat Anak dan Bapak (TA 120)

Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul adalah seorang sahabat utama Rasul dari golongan Anshor. Ia sangat mencintai Nabi dan tekun beribadah. Nabi-pun menyayanginya, bahkan pernah ditunjuk oleh Rasul untuk mewakilinya mengurus Madinah, saat Nabi berangkat perang ke Uhud.

Sementara itu, ayahnya, Abdullah bin Ubay bin Salul, terkenal sebagai tokoh Munafik, yang orang-orang tahu bahwa ia hanya pura-pura saja beriman. Berulang kali, tindakan dan hasutan serta fitnahnya yang tajam merugikan Islam, Nabi dan keluarga beliau.

 

Abdullah bin Ubay sangat iri dan membenci Rasul. Latar belakang kebenciannya, karena sebelum Rasul hijrah ke Madinah ia sesungguhnya sudah disepakati oleh kedua kaum yang bermusuhan di Madinah sebagai Raja bersama.

 

Abdullah bin Ubay, kepala suku Khazraj, walau kaumnya kalah perang Bu’ats, namun pengikutnya banyak, kedudukannya yang mulia serta pengetahuannya dan pengaruh yang luas, semua sepakat dialah yang pantas jadi Raja. Kaum Yahudi menghormati Abdullah bin Ubay. Dengan datangnya Rasul ke Madinah, rencana itu menjadi buyar.

Akibat tindakannya yang culas, khianat dan memfitnah, Allah SWT menurunkan ayat-ayat Al Qur’an untuk memberi petunjuk kepada Rasul dan umatnya (a.l. Surat Al Munafikun ayat 5 dan 6; Surat At-Taubah ayat 80 dan 84; Surat An-Nur ayat 11-26).

 

Karena tindakan-tindakannya yang berbahaya, para sahabat, termasuk Umar bin Khattab sering mendesak Rasul untuk menghukum mati Abdullah bin Ubay, namun Rasul selalu mengampuninya. Bagaimanapun secara lahiiriah ia seorang muslim.

Putranya, Abdullah bin Abdullah bin Ubbay, walau sahabat dekat Rasul, tetap berbakti dan menghormati ayahnya. Pikirannya seperti ercampur aduk antara kecintaannya kepada Rasul dan pembelaan kepada ayahnya. Ia kemudian menghadap Rasul, hatinya menangis dan dengan getir ia berkata,
“Ya Rasul, jika engkau menginginkan ayahku dibunuh, perintahkanlah aku untuk membunuhnya! Karena kalau orang lain yang engkau perintah membunuh, aku khawatir aku tidak bisa bersabar untuk tidak menuntut balas atas kematiannya membunuh saudara sesama muslim, yang karenanya aku akan masuk neraka. Semua orang Anshar tahu, aku adalah orang yang berbakti pada orang tuaku.”

Rasul terharu. Ia bisa merasakan bagaimana gejolak pikiran sahabat kesayangannya itu, kemudian bersabda, “Baiklah, berbaktilah kepada orang tuamu, ia tidak melihat darimu kecuali kebaikan.”

Hingga tahun ke sembilan Hijriyah, sepulang Rasulullah SAW dari perang Tabuk, ketika mendengar Abdullah bin Ubay sakit, beliau menyempatkan diri untuk menengoknya. Rasul juga melayatnya saat ia wafat. Ikut melayatnya juga kaum Yahudi yang saat itu sudah terusir dari Madinah.

Menurut riwayat, putranya yang berbakti mengajukan permintaan salah satu kain Rasulullah SAW untuk dijadikan kain kafan pembungkus jenazah ayahnya. Iapun memohon Rasul menshalatkannya dan Nabi-pun mengabulkannya. Setelah itu barulah turun surat At-Taubah ayat 84,
“Janganlah kamu se-kali2 menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik”. (Sadhono Hadi; dari grup FB ILP)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close