Konsep Senang (TA 170)
Ada yang menyenangi pantai, lihat ombak datang bergulung silih berganti membasahi kaki yang menginjak pasir lembut basah. Menghirup angin laut segar dan mendengar gemuruh suara ombak yang memecah pantai. Kesenangan pantai seakan tidak ada batas akhirnya, semua pantai dalam negeri dan di luar negeri dikunjungi. Banyak rupiah di belanjakan mengejar kesenangan ini.
Ada lagi yang senang berenang, dimanapun kapanpun, tiap melihat air, nyemplung. Pantai Losari, Teluk Senggigi direnangi sampai keujung, waduk Jatiluhur, Laut Bunaken, Gajah Mungkur, Labuhan Bajo, menyebrang pulau Bidadari – Onrust, tanjung di Pangandaran.
Melihat selat, teluk, danau, ia merasa tertantang untung mengarungi. Hatinya geram tatkala keinginannya menyeberang Nusa Kambangan, meniru aksinya Johni Indo dilarang oleh petugas. Kesenangan2 itu tidak dilarang. Boleh2 saja. Kesenangan itu anugrah Allah, sebagai perhiasan hidup.
Namun senangnya orang Islam harus dikonstruksi. Rasa senang itu bisa dikendalikan dan dibentuk sendiri. Janganlah senang duniawi itu justru membelenggu dan memperbudak. Kesenangan duniawi tidak ada ujungnya, selalu kurang dan kadang berakhir kecewa. Hal senang harta, Allah berfirman.
“Manusia itu ingkar, tidak berterima kasih ke Tuhannya, dan manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta”.(Al Aadiyaat QS 100:6-8); Dunia adalah ladangnya, akhirat (senang) adalah panennya. (Sadhono Hadi; dari grup FB ILP)-FR