Marah (TA 181)
Pada pengajian Ahad pagi di Lumbung Zakat, pak Ustadz menyampaikan bagaimana Rasulullah mengajarkan mengendalikan marah. Marah tentu ada penyebabnya dan itu musibah dan musibah itu juga sebuah cobaan, jadi hendaknya kita beristighfar, Astaghfirullah, mohon ampun kepada Allah.
Menurut pak Ustadz, pergilah berwudhu. Karena dengan beranjak ke tempat wudhu, kita meninggalkan tempat marah, juga peredaan marah. Marah pekerjaan setan. Setan berasal dari api panas. Panas ini menjalar keseluruh permukaan kulit kita dan wudhu adalah air, yang siramannya mengendalikan api, sehingga wudhu adalah peredaan marah yang ampuh.
Selama ini berapa kali kita ambil air wudhu? Tidak terhitung. Saatnya pada keadaan marah ini kita menghayati wudhu. Saat membasuh tangan berharap tangan ini jauh dari perbuatan maksiat dan berdoa semoga banyak memberi shadaqah atau amal shaleh lainnya. Semoga lewat jari-jari ini banyak menyebarkan hal-hal kebaikan melalui alat media kita.
Dengan berkumur, kita berharap hanya kebaikan yang keluar dari mulut kita. Hanya ucapan2 yang menyejukkan dan menentramkan yang keluar dari mulut yang bersih. Ayat2 dari Kitabullah yang didesiskan oleh lidah kita.
Sebaliknya yang masuk ke dalam mulut kita, hanya makanan halal dan baik. Udara bersih dan sehat yang melalui lubang pernafasan kita saat kita menghisap air yang sejuk dari lubang hidung. Ketika muka kita terbasuh air yang bersih dan dingin, luruhlah seluruh api kemarahan yang membakar muka kita.
Membasuh lengan sembari mengharap lengan ini membawa kebaikan. Karena kita berusia senja, banyak lupa menaruh barang, semoga lengan ini mudah menemukan yang hilang dari kita. Saat mengusap rambut dikepala, semoga pikiran2 baik saja yang bersemayam di dalam. Pikiran buruk semoga larut ketanah bersama air yang kita usapkan.
Semoga telinga kita banyak menghibur kita. Banyak ilmu yang semoga terserap masuk jauh kedalam lubuk hati dan mengamalkannya. Terakhir saat kita membasuh kaki, berharap kaki ini hanya melangkah ke arah kebenaran dan kebaikan.
Akhirnya, beranjak dari tempat wudhu, seandainya terpasang sebuah cermin, ada baiknya kita melihat wajah kita, apakah masih ada sisa kemarahan? Pernahkan anda melihat wajah kita sendiri sedang marah? Ataukah sudahkah bisa bibir kita menyunggingkan senyum yang ikhlas? Subhanallah.
Marah adalah manusiawi dan andaikatapun masih ada marah di hati kita kita berharap marah yang rasional dan terkendali. Marah yang diselimuti dan dilindungi oleh akal sehat. Semoga.
(olahan dari pengajian ahad pagi, Sadhono Hadi; dari grup WA-BPTg)-FR